BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan dasar usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian , kecerdasan, akhlak
mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. (Sisdiknas, 2004)
Dalam rangka peningkatan sumber daya
manusia melalui jalur pendidikan khususnya matematika arah pengembangannya
sangat terkait dengan perangkat atau kurikulum yang berlaku saat ini, yaitu
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Didalam peraturan pemerintah
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional, BAB
IV Standar Proses, Pasal 19 ayat 1 dinyatakan bahwa; proses pendidikan pada
satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan
bakat, motivasi dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Sebagai salah satu komponen pengajaran,
metode mengajar merupakan cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan
dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran.(Nana sudjana, 1996:97). Selain
itu juga, sekolah sebagai lembaga pendidikan formal diharapkan dapat
mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam diri siswa. Salah satu potensi
yang dimaksud adalah kemampuan
menyelesaikan soal-soal yang diberikan seorang guru . Kemampuan ini belum dikembangkan
karena berhubungan erat dengan prestasi belajar.
Proses atau kegiatan pembelajaran yang
dilakukan oleh guru khususnya guru matematika di dalam kelas sangat berpengaruh
terhadap prestasi belajar siswa. Selama ini prestasi belajar siswa dalam mata
pelajaran matematika dapat dikatakan lebih rendah jika dibandingkan dengan mata
pelajaran lain. Hal ini tidak lepas dari peran guru sebagai seorang pangajar
dalam mengelola kelas saat pembelajaran berlangsung. Dalam BAB I Pasal 1,
dinyatakan bahwa: guru adalah pendidik dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
menengah. Tapi kenyataan yang ditemukan sekarang ini adalah masih banyak
sekolah yang menggunakan model pembelajaran yang masih sederhana dengan materi
pelajaran yang disusun oleh guru secara
monolog. Akibatnya kesempatan siswa untuk mengalami proses penemuan saran-saran
penyelesaian soal secara praktis hampir tidak ada. Dapat dikatakan bahwa dalam
proses pembelajaran lebih didominasi oleh guru, sehingga tidak ada timbal balik
dari siswa. Permasalahan seperti ini juga timbul karena siswa terkadang takut
untuk menyampaikan permasalahan-permasalahan yang ada saat proses pembelajaran
berlangsung, akibatnya siswa kurang berkembang dan pembelajaran cenderung
monoton.
Untuk
mengatasi masalah tersebut, salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru
khususnya guru bidang studi matematika yaitu dengan menggunakan Lembar Kerja
Siswa (LKS) yang diterapkan dengan pendekatan pembelajaran konstruktivisme.
Penggunaan LKS menuntut keaktifan siswa dimana LKS dapat membuat siswa belajar
menurut kemampuannya, sehingga timbul kepercayaan pada diri sendiri dan dapat
menarik minat dan motivasi siswa.
Selain itu guru sebagai pendidik juga
harus mampu memilih dan menentukan
metode pembelajaran yang sesuai agar dapat menarik minat dan motivasi siswa. Pembelajaran
semestinya diusahakan dapat memberi
kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan
mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka
sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa
ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus
memanjat anak tangga tersebut, oleh karena itu guru tidak
hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun
sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Maka strategi yang diperlukan disini adalah
sebuah strategi belajar guru model pendidikan yang dapat membangun atau
menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman yang disebut dengan pendekatan pembelajaran
konstruktivisme.
Filsafat konstruktivisme yang mulai
digagas oleh Mark Baldawin dan dikembangkan serta diperdalam oleh Jean Peaget
menganggap bahwa pengetahuan itu terbentuk bukan hanya dari objek semata,
tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek
yang diamatinya.
Berdasarkan hasil observasi dan interview
yang telah dilakukan dengan salah
seorang guru Matematika di SMP Negeri 1 Masbagik, dari keterangan guru tersebut
dapat diperoleh bahwa sebagian besar guru di SMP Negeri 1 Masbagik masih
menggunakan model pembelajaran konvensional yaitu metode ceramah yang
kemungkinan besar dapat menimbulkan pembelajaran yang monoton dan terpusat pada
guru serta sikap arogansi antar siswa, siswa akan merasa diri paling benar, dan
tidak saling menghargai serta kurang terjalinnya kerjasama antar siswa
(individualisme).
Penerapan pendekatan pembelajaran
konstruktivisme diharapkan mampu, merangsang siswa berfikir aktif dan kritis
serta dapat menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri, memberikan nuansa
baru bagi keunggulan-keunggulan tersendiri dalam mencapai proses-proses
pencapaian prestasi belajar yang diharapkan melalui metode yang diterapkan.
Terkait dengan hal ini peneliti ingin memberikan gambaran yang signifikan dalam
penerapan pendekatan pembelajaran konstruktivisme untuk mengetahui efektifitas
metode yang diterapkan terhadap prestasi belajar siswa dicapai oleh siswa kelas
VIII SMP Negeri 1 Masbagik pada pokok bahasan relasi dan fungsi. Untuk itu
peneliti merumuskan tema penelitian pada:
“Efektivitas Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme
dengan Menggunakan LKS Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa SMP Negeri 1 Masbagik
Tahun Pembelajaran 2011/2012”.
B.
Identifikasi Masalah
Mengacu pada latar belakang masalah di
atas, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:
1.
Pembelajaran yang masih terpusat
pada guru.
2.
Siswa masih takut untuk
menyampaikan permasalahan-permasalahan yang timbul saat proses pembelajaran
berlangsung.
3.
Kurangnya kemampuan guru untuk
membangkitkan minat, bakat dan motivasi siswa dalam proses belajar mengajar.
4.
Proses pembelajaran masih monoton,
umumnya dari guru dan tidak adanya timbal balik dari siswa.
5.
Rendahnya prestasi belajar matematika
siswa.
6.
Siswa masih belum mampu menemukan
dan menerapkan ide-ide mereka sendiri untuk belajar.
7. Penggunaan LKS yang diterapkan
dengan pendekatan pembelajaran konstruktivisme selain mampu menarik minat dan
motivasi belajar siswa dharapkan juga mampu meningkatkan prestasi belajar siswa
pada mata pelajaran Matematika.
C.
Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas,
maka perlu bagi penulis untuk membatasi masalah guna menghindari meluasnya
cakupan pembahasan karena beberapa pertimbangan, antara lain keterbatasan
waktu, tenaga dan biaya. Oleh karena itu penulis akan membatasi masalah pada
objek penelitian dan subjek penelitian sebagai berikut :
1.
Pembatasan Objek Penelitian
Objek penelitian ini terbatas pada masalah efektifitas
pendekatan pembelajaran konstruktivisme dengan menggunakan LKS terhadap prestasi
belajar matematika siswa.
2.
Pembatasan Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP
Negeri 1 Masbagik Tahun Pembelajaran 2011/2012.
D.
Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas,
maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Apakah
pendekatan pembelajaran konstruktivisme dengan menggunakan LKS efektif terhadap
prestasi belajar matematika siswa pada pokok bahasan relasi dan fungsi kelas
VIII SMP Negeri 1 Masbagik Tahun Pembelajaran 2011/2012?
E.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pendekatan
pembelajaran konstruktivisme dengan menggunakan LKS terhadap prestasi belajar
matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Masbagik Tahun Pembelajaran 2011/2012.
F.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diharapkan dari
hasil penelitian ini adalah mencakup dua bagian.
1.
Manfaat secara teoritis
1) Dengan penelitian ini diharapkan dapat
meningkatkan prestasi belajar matematika siswa dengan pendekatan pembelajaran konstruktivisme
dengan menggunakan LKS.
2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan dorongan kepada para peneliti untuk melakukan penelitian lanjutan
yang lebih luas dan mendalam.
2.
Manfaat secara praktis
1)
Manfaat Bagi Siswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat untuk membangkitkan interaksi
yang efektif antara siswa dan melatih individu untuk bekerja sama mengatasi masalah-masalah
pembelajaran sehingga mampu meningkatkan prestasi belajarnya.
2)
Manfaat Bagi Guru
Hasil penelitian ini diharapkan
memberikan manfaat bagi guru bidang studi Matematika agar dapat memecahkan
masalah yang ada yang timbul khususnya pada bidang studi Matematika sebagai
suatu alternatif untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, yaitu dengan
menerapkan pendekatan pembelajaran konstruktivisme
dengan menggunakan LKS.
3)
Bagi Peneliti
Dengan keterlibatannya dalam penelitian
ini, peneliti dapat mensosialisasikan salah satu pendekatan/model pembelajaran
yaitu konstruktivisme (pendekatan pembelajaran
yang membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa
berdasarkan pengalaman).
BAB
II
LANDASAN TEORI
A.
Kajian
Teori
1. Belajar
a.
Pengertian
Belajar
Belajar
(Learning) merupakan kegiatan paling pokok dalam mencapai perkembangan
individu dan mempermudah pencapaian tujuan institusional suatu lembaga
pendidikan. (Cece Rakhmat, 2006:47). Hal ini berarti berhasil atau gagalnya
pencapaian tujuan pendidikan itu sangat bergantung dalam proses belajar yang dialami siswa termasuk di lingkungan formal terkecil
seperti ruang kelas di sekolah.
Berkaitan
dengan pendefinisian belajar, dikalangan ahli psikologi terdapat keragaman baik
dalam cara menjelaskan maupun mendefinisikannya. Berikut beberapa pendapat para
ahli tersebut. (a). Witherington (1950) mengemukakan belajar sebagai sebuah
perubahan kepribadian yang dimanifestasikan kepada suatu pola respon individu
yang mungkin berupa keterampilan, sikap
atau peningkatan pemahaman atas sesuatu; (b). Cronbach (1954) mengatakan
belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman; (c).
Crow dan Crow (1958) merumuskan pengertian belajar sebagai perolehan
kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap. Hal tersebut termasuk cara-cara
lain untuk melakukan suatu usaha penyesuaian diri terhadap situasi yang baru;
(d). Skinner (1968) mengatakan belajar ialah proses adaptasi tingkah laku
secara progresif; (e). Hilgard dan Brower (1975) mengemukakan belajar berhubungan
dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap suatu situasi tertentu yang
disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu; perubahan
tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon
pembawaan, kematangan atau keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan,
pengaruh obat dan sebagainya); (f). Gagne (1977) menyatakan bahwa belajar
terjadi apabila suatu stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa
sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia mengalami
situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi. (Cece Rakhmat,
2006:48).
Belajar
merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi,
keterampilan, dan sikap. Belajar dimulai sejak manusia lahir sampai akhir hayat.
Kemampuan manusia untuk belajar merupakan karakteristik penting yang membedakan
manusia dengan makhluk lainnya. Belajar akan memberikan manfaat kepada individu
yang bersangkutan dan masyarakat. Setiap individu akan mendapatkan manfaat
belajar dari meningkatnya kualitas hidupnya. Sedangkan bagi masyarakat, belajar
mempunyai peran penting dalam mentransmisikan budaya dan pengetahuan dari
generasi ke generasi.
b.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Belajar yaitu :
1. Faktor Internal Siswa
Faktor yang berasal
dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua aspek yakni: 10 aspek fisiologis
yaitu aspek yang bersifat jasmaniah dan 2) aspek psikologis yaitu aspek yang
bersifat rohaniah seperti inteligensi siswa, sikap siswa dan bakat siswa. (Cece
Rakhmat, 2006:49).
2. Faktor Eksternal (dari luar
individu yang belajar).
Pencapaian tujuan
belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif. Hal
ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhi
adalah: (a). Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf
administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar
seorang siswa; (b). Lingkungan non sosial seperti gedung sekolah dan letaknya,
rumah tempat tinggal siswa, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar;
(c). Faktor pendekatan belajar seperti cara atau strategi yang digunakan siswa
dalam menunjang efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran materi tertentu. (Cece
Rakhmat, 2006:49).
2. Matematika
Matematika
merupakan suatu ilmu yang melatih seseorang untuk berfikir efisisen, jelas,
tepat dan cepat. Simbol dan konsep dalam matematika merupakan alat untuk
mengatakan pendapat atau gagasan secara kuantitatif. Pada matematika diletakkan
dasar bagaimana cara berfikir dan bertindak melalui aturan dalil dan aksioma.(Irzani,
2009: 5) .
Ciri
utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep
diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya yang sudah diterima,
sehingga keterkaitan antara konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan
jelas .(Irzani, 2009: 6) .
Matematika
sebagai ilmu deduktif ini berarti proses pengerjaan matematika harus bersifat
deduktif. Matematika tidak menerima generalisasi berdasarkan pengamatan
(induktif), tetapi harus berdasarkan pembuktian deduktif.
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hakekat belajar matematika adalah suatu
kegiatan psikologi, yakni kegiatan aktif dalam memahami dan menguasai serta
mengkaji berbagai konsep dan struktur yang terdapat dalam bahasa yang
dipelajari serta hubungan antar objek-objek matematika sehingga diperoleh
pengetahuan baru atau peningkatan pengetahuan dan perubahan tingkah laku.
3. Pembelajaran Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah proses membangun atau
menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman.
. (Wina Sanjaya, 2006:264)
Filsafat konstruktivisme yang mulai digagas
oleh Von Glasersfeld menganggap bahwa pengetahuan itu dibentuk oleh struktur
konsepsi seseorang sewaktu dia berinteraksi dengan lingkungannya.(Paul Suparno,
1997:19). Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar,
akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu
pengetahuan terbentuk oleh dua factor penting, yaitu objek yang menjadi bahan
pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterpretasi objek tersebut. Kedua
factor itu sama pentingnya. Dengan demikian pengetahuan itu tidak bersifat
statis tetapi bersifat dinamis, tergantung individu yang melihat dan
mengkonstruksinya. Lebih jauh Piaget menyatakan hakikat pengetahuan sebagai
berikut:
- Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, akan tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.
- Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep dan struktur yang perlu untuk pengetahuan.
- Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang. (Paul Suparno, 1997:30).
Teori
Konstruktivisme
didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan
mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya adalah
salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah
konstruksi (bentukan) kita sendiri. (Paul Suparno, 1997:18).
Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:
1.
Pelajar
aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
2.
Dalam
konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
3.
Pentingnya
membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling
memengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
4.
Unsur
terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara
aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah
ada.
5.
Ketidakseimbangan
merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila
seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan
pengetahuan ilmiah.
6.
Bahan
pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar
untuk menarik miknat pelajar. (Paul Suparno, 1997:36).
Teori-teori
baru dalam psikologi pendidikan dikelompok dalam teori pembelajaran
konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori
konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan
aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai bagi siswa agar benar-benar
memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan
masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah
dengan ide-ide. Pembelajaran matematika menurut pandangan konstruktivism
adalah memberikan kesempatan pada siswa untuk mengkonstruksi konsep-konsep atau
prinsip matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi. (Irzani, 2009: 31).
Menurut
teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi
pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada
siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat
memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk
menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi
sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru
dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih
tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut.
4. Prestasi Belajar
Dalam
dunia pendidikan dan pengajaran, peranan prestasi belajar sangat penting.
Prestasi belajar merupakan hasil dari kegiatan belajar dan tenaga pengajar, dan
juga keberhasilan peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar.
Prestasi belajar merupakan sebuah kalimat yang
terdiri dari dua kata yaitu prestasi dan belajar, dimana prestasi memiliki
pengertian dari hasil dari sebuah kegiatan yang dikerjakan, diciptakan baik
secara individual maupun secara kelompok. Prestasi itu sendiri tidak akan
dicapai jika seseorang tidak pernah melakukan sesuatu. (Djamarah, 1994 : 19). Sedangkan WJS Poerwardarminta
(Djamarah, 1994: 20) berpendapat bahwa prestasi adalah hasil yang telah
dicapai, dilakukan, dikerjakan dan sebagainya.
Dari kedua pengertian prestasi yang dikemukakan para
ahli di atas, jelas
terlihat perbedaan pada kata-kata tertentu sebagai penekanan, namun intinya
sama yaitu hasil yang dicapai dari suatu kegiatan.
Pakar lain,
Harahap dkk (Djamarah, 1994: 21) mengatakan bahwa prestasi adalah penilaian
pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan murid yang berkenaan dengan penguasaan bahan
pelajaran yang disajikan kepada mereka serta nilai-nilai yang terdapat dalam
kurikulum. Jadi prestasi dapat disimpulkan bahwa sesuatu yang diperoleh dari
suatu kegiatan dari suatu wujud dari pencapaian usaha. Kemajuan yang diperoleh
itu tidak saja berupa ilmu pengetahuan, tetapi juga berupa kecakapan atau
keterampilan. Semuanya bisa diperoleh dibidang suatu pelajaran tertentu.
Kemudian untuk mengetahui prestasi
setiap siswa terhadap mata pelajaran tertentu itu dilakukan dengan evaluasi.
Jadi
prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh atau perubahan perilaku seseorang
secara akademik berdasarkan kemampuan dan keterampilan yang diperoleh dari
suatu kegiatan yang dilakukan secara individu maupun kelompok melalui proses
belajar mengajar berupa angka atau nilai.
Prestasi
belajar siswa dapat diketahui melalui hasil belajarnya. Hasil belajar siswa
dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu
factor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau
faktor lingkungan. Faktor yang datang dari dalam diri siswa terutama kemampuan
yang dimilikinya. Hasil belajar siswa di Sekolah 70% dipengarui oleh kemampuan
siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Salah satu lingkungan belajar yang
paling dominan mempengaruhi hasil belajar di Sekolah ialah kualitas pengajaran.
Yang dimaksud dengan kualitas pengajaran adalah tinggi rendahnya atau efektif
tidaknya proses belajar mengajar dalam tujuan mencapai tujuan pengajaran. Jadi
dapat disimpulkan bahwa hasil (prestasi) belajar siswa di Sekolah dipengaruhi
oleh kemampuan siswa sendiri dan kualitas pengajaran.
5. Lembar Kerja Siswa (LKS)
1. Pengertian Lembar Kerja Siswa (LKS)
LKS merupakan lembar kerja bagi siswa baik dalam kegiatan intrakurikuler maupun kokurikuler untuk mempermudah pemahaman terhadap materi pelajaran yang didapat. LKS (lembar kerja siswa) adalah materi ajar yang dikemas secara integrasi sehingga memungkinkan siswa mempelajari materi tersebut secara mandiri (http://pustaka.ut.ac.id).
Lembar kerja siswa (LKS) merupakan salah satu perangkat pembelajaran matematika yang cukup penting dan diharapkan mampu membantu peserta didik menemukan serta mengembangkan konsep matematika (http://www.gudangmateri.com/2011/03/pengertian-dan-manfaat-lks.html).
LKS merupakan salah satu sarana untuk membantu dan mempermudah dalam kegiatan belajar mengajar sehingga akan terbentuk interaksi yang efektif antara siswa dengan guru, sehingga dapat meningkatkan aktifitas siswa dalam peningkatan prestasi belajar matematika siswa.
Dalam lembar kerja siswa (LKS) siswa akan mendapatkan uraian materi, tugas, dan latihan yang berkaitan dengan materi yang diberikan.
Dengan menggunakan LKS dalam pengajaran akan membuka kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk ikut aktif dalam pembelajaran. Dengan demikian guru bertanggung jawab penuh dalam memantau siswa kegiatan belajar siswa dalam proses belajar mengajar di kelas.
Penggunaan LKS sebagai alat bantu pengajaran akan dapat mengaktifkan siswa. Dalam hal ini, sesuai dengan pendapat Tim Instruktur Pemantapan Kerja Guru (PKG) menyatakan secara tegas “salah satu cara membuat siswa aktif adalah dengan menggunakan LKS”. Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran kertas yang intinya berisi informasi dan instruksi dari guru kepada siswa agar dapat mengerjakan sendiri suatu kegiatan belajar melalui praktek atau mengerjakan tugas dan latihan yang berkaitan dengan materi yang diajarkan untuk mencapai tujuan pengajaran.
2. Manfaat Lembar Kerja Siswa (LKS)
Manfaat Lembar Kerja Siswa (LKS), antara lain: (a). Sebagai alternatif guru untuk mengarahkan pengajaran atau memperkenalkan suatu kegiatan tertentu; (b). Dapat mempercepat proses belajar mengajar dan hemat waktu mengajar; (c). Dapat mengoptimalkan alat bantu pengajaran yang terbatas karena siswa dapat menggunakan alat bantu secara bergantian. (http://www.gudangmateri.com/2011/03/pengertian-dan-manfaat-lks.html).
3.
Tujuan Lembar Kerja Siswa (LKS)
LKS dibuat bertujuan untuk menuntun siswa akan berbagai kegiatan yang perlu diberikan serta mempertimbangkan proses berpikir yang akan ditumbuhkan pada diri siswa. LKS mempunyai fungsi sebagai urutan kerja yang diberikan dalam kegiatan baik intrakurikuler maupun ekstrakurikuler terhadap pemahaman materi yang telah diberikan.
Menurut tim instruktur PKG tujuan Lembar Kerja Siswa (LKS), antara lain: (a). Melatih siswa berfikir lebih mantap dalam kegiatan belajar mengajar; (b). Memperbaiki minat siswa untuk belajar, misalnya guru membuat LKS lebih sistematis, berwarna serta bergambar untuk menarik
perhatian dalam mempelajari LKS
tersebut.
(http://www.gudangmateri.com/2011/03/pengertian-dan-manfaat-lks.html)
4. Langkah-Langkah Penulisan LKS
a. Melakukan analisis kurikulum;
standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, dan materi pembelajaran.
b. Menyusun peta kebutuhan LKS
c. Menentukan judul LKS
d. Menulis LKS
e. Menentukan alat penilaian
(http://203.130.201.221/materi_rembuknas2007/komisi%201/subkom-3-KTSP/SD/powerpoint/11_pengembangan_bahan_ajar.ppt.)
5.
Struktur LKS
Adapun struktur LKS secara umum adalah sebagai berikut :
a.
Judul,
mata pelajaran, semester, dan tempat
b.
Petunjuk
belajar
c.
Kompetensi
yang akan dicapai
d.
Indikator,
e.
Informasi
pendukung
f.
Tugas-tugas
dan langkah-langkah kerja
g.
Penilaian
B.
Kerangka
Berpikir
Dalam
pembelajaran konvesional yaitu yang masih menggunakan metode ceramah, guru
mendominasi kegiatan. Siswa pasif, siswa masih bersifat individual, guru aktif
dan segala inisiatif datang dari guru. Aktivitas anak terbatas pada
mendengarkan, mencatat, kurang terbangunnya kerjasama yang positif antar siswa
dalam rangka memahami konsep matematika
dan menjawab bila guru memberikan pertanyaan. Siswa
hanya berfikir menurut apa yang digariskan oleh
guru. Proses belajar mengajar semacam ini tidak mendorong siswa berfikir dan
beraktivitas, hal ini tidak sesuai dengan hakekat pribadi siswa sebagai subyek
belajar.
Untuk
dapat mengoptimalkan pemahaman siswa pada konsep matematika, diperlukan suatu
metode pembelajaran yang bisa menghubungkan pengalaman siswa dengan materi yang
sedang dipelajari dan dapat membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam
struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Pembelajaran matematika dengan
menggunakan pendekatan pembelajaran konstruktivisme merupakan salah satu solusi
untuk mengatasi permasalahan diatas. Dengan menggunakan model pembelajaran
tersebut diharapkan agar siswa benar-benar aktif belajar, dapat menumbuhkan
kerjasama yang positif dan menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif
siswa, serta dapat meningkatkan prestasi belajar yang maksimal dalam
pembelajaran matematika.
Proses
belajar akan lebih efektif lagi secara
optimal apabila peserta didik langsung secara aktif berpartisipasi dalam
kegiatan belajar mengajar. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu melakukan
suatu tindakan atau upaya yang dilakukan oleh guru matematika dalam
meningkatkan motivasi, minat, dan
keaktifan siswa. Adapaun tindakan yang dilakukan oleh guru yaitu dengan
menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang diterapkan dengan pendekatan
pembelajaran konstruktivisme.
Apabila
dalam penyampain materi operasi aljabar menggunakan LKS yang diterapkan dengan
pendekatan pembelajaran konstruktivisme, maka akan menarik motivasi dan minat
siswa, serta meningkatkan keaktifan siswa yang akan menyebabkan terjadinya
peningkatan prestasi belajar siswa. Sebaliknya apabila tidak menggunakan LKS
yang diterapkan dengan pendekatan pembelajaran konstruktivisme, maka keaktifan
siswa akan berkurang sehingga prestasi belajar siswa kurang optimal.
Dari
uraian di atas maka penggunaan pendekatan pembelajaran konstruktivisme dengan
menggunakan LKS dalam pembelajaran matematika dianggap perlu untuk membantu
dalam rangka memahami konsep dan aplikasi matematika, menumbuhkan rasa
kerjasama positif dan menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa,
serta dapat meningkatkan prestasi belajar yang maksimal dalam pembelajaran
matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Masbagik tahun
pembelajaran 2011/2012.
|
|
C. Hipotesis Penelitian
Menurut
Sugiyono (2010: 86), hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara atau
kesimpulan yang diambil untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam
penelitian. Hal serupa dikemukakan oleh suharsimi (1998: 67), bahwa “hipotesis
dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti
melalui data yang terkumpul”.
Berdasarkan
kerangka berfikir di atas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: pendekatan
pembelajaran konstruktivisme dengan menggunakan LKS efektif untuk meningkatkan
prestasi belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Masbagik
Tahun Pembelajaran 2011/2012.
BAB III
METODE
PENELITIAN
Pada bab ini akan dibahas secara
berturut-turut mengenai: (a) waktu dan tempat penelitian, (b) jenis penelitian,
(c) populasi dan sampel, (d) rancangan penelitian, (e) variabel penelitian, (f)
definisi operasional penelitian, (g) teknik pengumpulan data, (h) instrumen
penelitian, dan (i) teknik analisis data.
A.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada semester ganjil
tahun pelajaran 2011/2012 yang berlangsung mulai dari bulan Juli sampai September
2011 di Kelas VIII SMP Negeri 1 Masbagik.
B.
Jenis Penelitian
Sugiyono (2010: 107) mengemukakan bahwa penelitian
eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk
mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang
terkendalikan. Penelitian jenis eksperimen dianggap baik karena telah memenuhi
persyaratan. Yang dimaksud dengan persyaratan dalam eksperimen adalah adanya
kelompok lain yang tidak dikenai eksperimen dan ikut mendapatkan pengamatan.
(Suharsimi Arikunto, 1998: 85).
Dalam penelitian ini terdapat dua kelompok. Kelompok yang
diberi perlakuan disebut kelompok eksperimen dan kelompok yang tidak diberi
perlakuan disebut kelompok kontrol (Sugiyono, 2010: 112).
Karena dalam penelitian ini gejala yang akan diteliti
sengaja diadakan, maka metode penelitian yang akan digunakan oleh peneliti
dalam penelitian ini adalah metode
penelitian eksperimen.
C.
Populasi dan Sampel Penelitian
1.
Populasi
Menurut Suharsimi Arikunto (1998: 115), populasi adalah
keseluruhan subjek penelitian, maka penelitiannya merupakan elemen yang ada di
wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi. Lebih
lanjut Suharsimi Arikunto mengemukakan bahwa penelitian populasi hanya dapat
dilakukan bagi populasi terhingga dan subjek tidak terlalu banyak.
Berdasarkan
pendapat di atas maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Masbagik Tahun Pelajaran 2011/2012.
2.
Sampel
Dalam penelitian pendidikan, subyek yang dikenai
penelitian biasanya dilakukan terhadap sampel. Jika kita hanya akan meneliti
sebagian dari populasi, maka penelitian tersebut disebut penelitian sampel.
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Suharsimi Arikunto,
2006: 131). Sedangkan menurut (Sugiono,
2010: 81) Sampel
adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut .
Untuk menentukan jumlah sampel yang harus diambil dari
suatu populasi peneliti menggunakan kriteria, apabila subyeknya kurang dari 100
maka semua subyek diambil, populasi
sehingga penelitian tersebut merupakan penelitian populasi. Tapi jika
jumlah subyeknya besar atau lebih dari 100, maka dapat diambil antara 10-15%
atau 20-25% atau lebih (Suharsimi Arikunto, 2006: 134).
Karena penelitian ini adalah dengan sampel, maka yang
digunakan untuk menentukan ukuran sampel adalah Yang menjadi sampel dalam
penelitian ini adalah terdiri dari dua kelas yang diambil dari populasi, yaitu
satu kelas yang akan digunakan sebagai kelas kotrol dan satu kelas sebagai
kelas eksperimen. Penentuan kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan secara
rondom sampling (acak).
D.
Rancangan Penelitian
1.
Desain Penelitian
Karena penelitian ini untuk mengetahui pengaruh suatu
perlakuan secara sengaja maka objek penelitian dibedakan menjadi dua kelompok
yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Dalam penelitian ini desain
yang digunakan adalah post-test group desaign dari model solomon (Suharsimi
Arikunto 2006: 85).
Skema
model Post-test Group Desaign adalah sebagai berikut:
E : X O1
P : O2
Dimana
E = kelompok Eksperimen, P = kelompok Kontrol, X sebagai perlakuan atau
treatment yang dalam hal ini adalah pendekatan pembelajaran kostruktivisme
dengan menggunakan LKS, dan O adalah hasil post-test masing-masing kelompok.
2.
Langkah-langkah
Eksperimen
Adapun urutan dalam langkah-langkah eksperimen adalah
sebagai berikut:
1)
Identifikasi masalah
2)
Identifikasi variabel dan perumusan masalah
3)
Kajian teoritis dan perumusan hipotesis alternatif (Ha)
4)
Penyusunan rancangan penelitian yang meliputi:
a.
Identifikasi variabel
b.
Memilih desain penelitian
c.
Menentukan sampel eksperimen
d.
Menentukan sampel kontrol
e.
Menyusun instrumen penelitian
f.
Uji coba instrumen penelitian
g.
Perumusan hipotesis nihil (Ho)
5)
Pelaksanaan penelitian yang meliputi
a.
Memberikan perlakuan kepada kelompok eksperimen sesuai
dengan jadwal pelajaran yang telah ditentukan
b.
Pengontrolan jalannya eksperimen
c.
Mengadakan post-test pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol
d.
Mengumpulkan data hasil penelitian
e.
Analisis data hasil penelitian dengan teknik yang telah
ditentukan
f.
Pembuatan laporan penelitian
E.
Variabel Penelitian
Agar memperjelas apa, siapa, dan bagaimana penelitian
ini, maka dipandang perlu untuk mengetahui variabel-variabel sebagai fokus
pengamatan dalam penelitian ini.
Menurut Suharsimi Arikunto (1998: 99) mengemukakan bahwa
variabel merupakan objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian
suatu penelitian, pendapat lain yang senada
mengemukakan juga bahwa variabel dalam penelitian ini dapat dibedakan
menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut
:
a. Variabel bebas (Independent Variabel)
Variabel
bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya
atau timbulnya variabel dependen (terikat) (Sugiyono, 2010: 61). Berdasarkan
pendapat tersebut maka yang menjadi variabel bebas (X) dalam penelitian ini
adalah pendekatan pembelajaran konstruktivisme dengan menggunakan LKS.
b. Variabel terikat (depedent
variabel)
Variabel
terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena
adanya variabel bebas (Sugiyono, 2010: 61). Berdasarkan pendapat tersebut maka
yang menjadi variabel terikat (Y) dalam penelitian ini adalah prestasi belajar
matematika siswa.
Untuk
lebih jelasnya mengenai hubungan antar variabel tersebut dapat digambarkan
dalam bentuk hubungan sebagai berikut:
Keterangan:
X = Variabel
bebas (metode mengajar)
Y = Variabel
terikat (prestasi
belajar siswa)
F. Definisi Operasional
Variabel Penelitian
Jika
ada pertanyaan tentang apa yang diteliti maka jawabannya berkenaan dengan
variabel penelitian. Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk
apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh
informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010:
60). Suharsimi Arikunto (1998: 97) mengatakan bahwa “variabel adalah objek
penelitian yang bervariasi”. Ahli lain mengatakan “variabel penelitian merupakan kumpulan konsep mengenai
fenomena yang ditelti”.
Berdasarkan
pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa variabel meliputi faktor-faktor
atau gejala yang akan diteliti.
Setelah
dijelaskan variabel-variabel dalam suatu penelitian maka perlu pengertian dari
masing-masing variabel secara operasional yang mencerminkan keterkaitan
variabel tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa
“definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan
berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati.
Dengan demikian yang perlu di definisikan secara oprasional adalah variabel
bebas dan variabel terikatnya, yang menjadi variabel bebasnya adalah pendekatan
pembelajaran konstruktivisme dengan menggunakan LKS.
Pendekatan pembelajaran konstruktivisme dengan
menggunakan LKS adalah salah satu metode pembelajaran yang dibantu dengan
menggunakan LKS untuk mengaktifkan kegiatan belajar siswa agar siswa tidak
hanya mendengarkan dan menerima pelajaran tetapi mampu menyusun ide-ide baru.
Sedangkan yang menjadi variabel terikatnya adalah prestasi belajar matematika
siswa.
Prestasi belajar matematika siswa adalah hasil belajar
siswa setelah mendapatkan pelajaran matematika yang diberikan oleh guru.
G.
Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan permasalahan variabel penelitian yang
disebutkan maka metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian
ini adalah metode test. Test yaitu serentetan pertanyaan atau latihan atau
alat lain yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur keterampilan,
pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau
kelompok (Suharsimi Arikunto, 1998: 139).
Tes adalah alat yang digunakan untuk mengukur penguasaan
atau kemampuan para siswa setelah mereka selama waktu tertentu menerima proses
belajar mengajar dari guru.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa test adalah suatu rangkaian pertanyaan yang harus
dikerjakan oleh siswa yang dipakai untuk mengukur kemampuan siswa dalam
memahami suatu konsep. Hal ini tentunya dengan melihat baik buruknya test yang
digunakan.
Adapun tes yang digunakan untuk mengetahui
kemampuan siswa dalam menerima materi yang sudah disampaikan melalui
pembelajaran konstruktivisme dengan berbantuan LKS yaitu soal-soal essay.
H.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan sesuatu yang amat penting
dan strategi kedudukannya didalam keseluruhan kegiatan penelitian. Hubungan
antara data dengan permasalahan, tujuan dan hipotesis penelitian. Data
merupakan bahan penting yang akan digunakan untuk menjawab, permasalahan,
mencari sesuatu yang akan digunakan untuk mencapai tujuan, dan untuk
membuktikan hipotesis. Jika data merupakan kunci pokok dalam kegiatan
penelitian sekaligus menentukan kualitas hasil penelitian.
Instrumen penelitian merupakan alat bantu bagi peneliti
dalam mengumpulkan data, kualitas instrumen akan menentukan kualitas data yang
terkumpul. Itulah sebabnya menyusun instrumen bagi kegiatan penelitian
merupakan langkah penting yang harus dipahami betul-betul oleh peneliti. Lebih
lanjut dijelaskan oleh seorang ahli, instrumen penelitian adalah suatu alat
yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati
(Sugiyono, 2010: 148).
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang
digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data, agar pekerjaannya lebih mudah
dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis
sehingga lebih mudah diolah (Suharsimi Arikunto, 1998: 151). Pemilihan
instrumen penelitian sangat ditentukan oleh beberapa hal yaitu: objek
penelitian, sumber data, dan dana yang tersedia, jumlah tenaga peneliti, serta
teknik yang yang akan digunakan untuk mengolah data bila sudah terkumpul.
Berdasarkan pendapat di atas, maka instrumen yang
digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah test yang terdiri
dari atas sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh responden.
Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah tes
kemampuan menyelesaikan soal-soal relasi
dan fungsi. Cara pelaksanaan soal test ini adalah siswa diminta
mengerjakan seluruh soal yang disiapkan oleh guru. Test hasil belajar pada
pokok bahasan Relasi
dan fungsi yang terdiri dari 6
butir soal essay. Dalam hal ini, cara penilaiannya adalah masing-masing soal
mempunyai skor berkisar dari 0 sampai 20 sehingga skor minimal idealnya 0 dan
skor maksimal idealnya adalah 100.
Adapun rumus-rumus yang digunakan dalam pengujian validitas dan
reliabilitas instrumen adalah sebagai berikut:
a. Validitas Instrumen
Mengenai
validitas instrument, seorang ahli mengatakan hasil penelitian dikatakan valid
apabila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang
sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti (Sugiyono, 2010: 172). Ahli lain
mengemukakan bahwa “validitas adalah
suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu
instrument. (Suharsimi Arikunto, 1998: 160).
Berdasarkan
pendapat di atas, maka validitas berarti ketetapan suatu instrument untuk
mengukur apa yang hendak diukur.
Adapun
rumus uji validitas yang digunakan adalah rumus korelasi product moment dengan
angka kasar yang dikemukakan oleh Peorson sebagai berikut:
Keterangan
:
rxy = Angka indeks korelasi r product moment
N = Jumlah Siswa
Sxy = Jumlah hasil kali antara skor x dan skor y
Sx = Jumlah seluruh skor x
Sy = Jumlah
seluruh skor y
Dengan
Ketentuan jika rxy hitung > rxy tabel ( r Product
moment) maka instrumen tersebut memiliki kriteria valid dan sebaliknya jika
rxy hitung < rxy tabel ( r Product moment)
maka instrumen tersebut memiliki kriteria tidak valid, pada taraf signikansi 5%
(Suharsimi Arikunto, 1998:
162).
b. Reliabilitas Tes
Adapun
cara yang digunakan untuk menguji apakah instrumen yang digunakan reliabel atau
tidak, digunakan rumus Alpha yang terlihat sebagai berikut :
Keterangan :
r11 =
reliabilitas instrumen
k =
banyak soal
= jumlah varians
butir
= varians
total
Tabel
3.1 Kriteria reliabilitas
0,00 < r11 < 0,19
|
:
|
Sangat rendah
|
0,20 < r11 < 0,38
|
:
|
Rendah
|
0,39 < r11 < 0,58
|
:
|
Cukup
|
0,59 < r11 < 0,78
|
:
|
Tinggi
|
0,79 < r11 < 1,00
|
:
|
Sangat tinggi
|
(Suharsimi
Arikunto, 1998: 193)
c. Tingkat Kesukaran Butir Soal
Soal
yang baik ialah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit. Soal
yang mudah tidak merangsang siswa untuk berpikir, sebaliknya soal yang sulit
menyebabkan siswa cepat putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba
lagi. Besarnya taraf kesukaran disebut indeks kesukaran. Besarnya indeks
kesukaran dari 0,0 – 1,0. Jika indeks kesukarannya 0,0 berarti soalnya sulit
dan jika indeks kesukarannya 1,0 termasuk soal mudah. Dalam ilmu pendidikan
indeks kesukaran untuk soal bentuk
uraian digunakan rumus berikut:
Tingkat
kesulitan=
Mean=
Hasi
perhitungan dengan menggunakan rumus di atas menggambarkan tingkat kesukaran
soal itu. Klasifikasi tingkat kesukaran soal dpat dicontohkan seperti berikut
ini:
0,00 – 0,30 ialah soal sukar
0,31 – 0,70 ialah soal sedang
0,71 – 1,00 ialah soal mudah
(Ali Akbar, 2009:90).
d.
Daya
Beda Instrumen
Daya beda (discriminating power) atau kita singkat
DB adalah kemampuan butir soal atau THB membedakan siswa yang mempunyai
kemampuan tinggi dan rendah.(Purwanto, 2009:102).
Daya pembeda soal adalah kemampuan
suatu butir soal dapat membedakan antara siswa yang telah menguasai materi yang
ditanyakan dan siswa yang tidak/kurang/belum menguasai materi yang
ditanyakan.(Ali Akbar, 2009:92). Secara teoritis peserta uji kelompok atas haruslah
menjawab dengan benar butir- butir soal yang dikerjakan secarah lebih banyak
daripada jawaban benar kelompok bawah. Jika terjadi jumlah jawaban benar
peserta kelompok bawah libih banyak daripada
kelompok atas, hal itu berarti
menyalahi logika dan tidak memiliki konsistensi internal sehingga butir soal
yang bersangkutan dinyatakan tidak baik. Sebuah butir soal yang baik adalah
yang mempunyai daya untuk membedakan kemampuan antara peserta uji kedua
kelompok tersebut. Untuk mencari daya beda rumus yang digunakan adalah:
Keterangan:
D = Daya beda
SMI = Skor Maksimal Ideal
Tabel 3.2 : Kriteria Daya beda
Interval daya beda
|
Kriteria
|
0,00 – 0,20
0,21 – 0,40
0,41 – 0,70
0,71 – 1,00
|
Jelek
Cukup
Baik
Baik sekali
|
(Ali Akbar, 2009:93)
I.
Teknik Analisis Data
Untuk
memperoleh secara jelas mengenai data dari masing-masing variable serta untuk
mengkaji hipotesis penelitian maka dilakukan analisa data dan dibagian ini akan
dibahas berturut-turut.
1.
Analisa
Deskripsi Data
Data
yang diperoleh dideskripsikan dengan mnggunakan statistic deskriptif yang
meliputi penentuan skor maksimal ideal (SMi), harga rata-rata ideal (Mi), dan
standar deviasi ideal (SDi). Untuk menentukan harga Mi dan SDi dapat digunakan
rumus sebagai berikut :
Mi : ( Skor maksimal ideal + Skor minimal ideal)
SDi : ( Skor maksimal ideal – Skor minimal ideal)
Berdasarkan
harga Mi dan SDi maka dibuat tabel konversi untuk pengkategorian masing-masing
variabel sebagai berikut :
Mi + 1SDi sampai Mi
+ 3SDi =
Tinggi
Mi - 1SDi sampai
< Mi + 1SDi =
Sedang
Mi - 3SDi sampai
< Mi - 1SDi =
Rendah
(Suharsimi Arikunto, 2001:40)
2.
Uji
Persyaratan Analisis
a. Uji Normalitas Data
Pengujian
normalitas data dimaksudkan untuk menguji apakah data yang telah terkumpul dan skor dalam variabel yang diteliti telah
menghampiri distribusi normal atau tidak. Varibel-variabel yang akan diuji
normalitasnya adalah variabel tentang prestasi belajar matematika pada pokok
bahasan operasi aljabar yang diberikan dengan menggunakan LKS yang diterapkan
dengan pendekatan pembelajaran konstruktivisme dan yang tidak menggunakan LKS
yang diterapkan dengan pendekatan konstruktivisme.
Uji
normalitas data dilakukan dengan menggunakan rumus Chi-Kuadrat yaitu sebagai
berikut:
Keterangan
:
X2= Harga Chi kuadrat
fo = Frekuensi observasi
fh = Frekuensi harapan.
( Suharsimi Arikunto, 1998 :279)
Dengan
kriteria keputusan jika X2 hitung < dari X2 tabel
dengan taraf signifikan 1% maka data tersebut normal dan sebaliknya jika X2 hitung
> X2 tabel maka data tersebut tidak normal.
b. Uji Homogenitas Data
Homogenitas
sampel menunjukkan pada keadaan sampel yang sama. Apabila peneliti akan
mengeneralisasikan maka peneliti harus yakin bahwa kelompok-kelompok yang
membentuk sampel berasal dari populasi yang sama. Dalam penelitian ini untuk
menguji homogenitas sampel digunakan uji Bartlet dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan
:
X2 = Koofesien Bartlet
Ln
10 = 2,3026
B = Satuan Bartlet
Ni = Besaran ukuran sampel
B =
S2 =
(Nana Sudjana, 1996: 105)
Dengan
kriteria keputusan jika X2 hitung < dari X2 tabel
dengan maka data tersebut homogen dan sebaliknya jika X2 hitung
> X2 tabel maka data tersebut tidak homogen.
3.
Tehnik
Pengujian Hipotesis
Menurut Sugiyono (2010: 86), hipotesis
adalah jawaban yang bersifat sementara atau kesimpulan yang diambil untuk
menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian. Hal serupa dikemukakan
oleh Suharsimi Arikunto (1998: 67), bahwa “hipotesis dapat diartikan sebagai
suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang
terkumpul”.
Dengan
demikian untuk menguji hipotesis yang dikemukakan pada bab sebelumnya digunakan
uji z dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan
:
Z =
Koefisien Z
= Rata-rata kelompok eksperimen
= Rata-rata kelompok kontrol
S = Varian kelompok eksperimen
S = Varian kelompok kontrol
n1 = Jumlah sampel kelompok
eksperimen
n2
= Jumlah sampel Kelompok control
(Yatim Riyanto, 2001:107).
Kriteria
pengujian adalah sebagai berikut : jika Z-hitung lebih besar dari Z-tabel
dengan taraf signifikan 1% maka Ho ditolak dan Ha diterima. Sebaliknya jika
Z-hitung lebih kecil dari Z-tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak.
mbak, saya sudah membaca proposal skripsinya... kalo boleh , saya mau tau lebih mendetail gk mb? judul saya pengaruh pendekatan pembelajaran kontruktivisme menggunakan lks terhadapa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa..
BalasHapuskalo boleh juga saya mau mnta contoh data2 mb kemarin , email saya mb :chbt@rocketmail.com
mohon bantuannya mb , afwan