Selasa, 12 Juni 2012

skripsi efektifitas pendekatan pembelajaran konstruktivisme dengan menggunakan LKS terhadap prestasi belajar matematika


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan dasar usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian , kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (Sisdiknas, 2004)
Dalam rangka peningkatan sumber daya manusia melalui jalur pendidikan khususnya matematika arah pengembangannya sangat terkait dengan perangkat atau kurikulum yang berlaku saat ini, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Didalam peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional, BAB IV Standar Proses, Pasal 19 ayat 1 dinyatakan bahwa; proses pendidikan pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, motivasi dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Sebagai salah satu komponen pengajaran, metode mengajar merupakan cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran.(Nana sudjana, 1996:97). Selain itu juga, sekolah sebagai lembaga pendidikan formal diharapkan dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam diri siswa. Salah satu potensi yang  dimaksud adalah kemampuan menyelesaikan soal-soal yang diberikan seorang guru . Kemampuan ini belum dikembangkan karena berhubungan erat dengan prestasi belajar.
Proses atau kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru khususnya guru matematika di dalam kelas sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Selama ini prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran matematika dapat dikatakan lebih rendah jika dibandingkan dengan mata pelajaran lain. Hal ini tidak lepas dari peran guru sebagai seorang pangajar dalam mengelola kelas saat pembelajaran berlangsung. Dalam BAB I Pasal 1, dinyatakan bahwa: guru adalah pendidik dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan menengah. Tapi kenyataan yang ditemukan sekarang ini adalah masih banyak sekolah yang menggunakan model pembelajaran yang masih sederhana dengan materi pelajaran yang disusun oleh guru  secara monolog. Akibatnya kesempatan siswa untuk mengalami proses penemuan saran-saran penyelesaian soal secara praktis hampir tidak ada. Dapat dikatakan bahwa dalam proses pembelajaran lebih didominasi oleh guru, sehingga tidak ada timbal balik dari siswa. Permasalahan seperti ini juga timbul karena siswa terkadang takut untuk menyampaikan permasalahan-permasalahan yang ada saat proses pembelajaran berlangsung, akibatnya siswa kurang berkembang dan pembelajaran cenderung monoton.
Untuk mengatasi masalah tersebut, salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru khususnya guru bidang studi matematika yaitu dengan menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang diterapkan dengan pendekatan pembelajaran konstruktivisme. Penggunaan LKS menuntut keaktifan siswa dimana LKS dapat membuat siswa belajar menurut kemampuannya, sehingga timbul kepercayaan pada diri sendiri dan dapat menarik minat dan motivasi siswa.
Selain itu guru sebagai pendidik juga harus  mampu memilih dan menentukan metode pembelajaran yang sesuai agar dapat menarik minat dan motivasi siswa. Pembelajaran semestinya diusahakan dapat memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut, oleh karena itu guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya.  Maka strategi yang diperlukan disini adalah sebuah strategi belajar guru model pendidikan yang dapat membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman  yang disebut dengan pendekatan pembelajaran konstruktivisme.
Filsafat konstruktivisme yang mulai digagas oleh Mark Baldawin dan dikembangkan serta diperdalam oleh Jean Peaget menganggap bahwa pengetahuan itu terbentuk bukan hanya dari objek semata, tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang diamatinya.
Berdasarkan hasil observasi dan interview yang telah dilakukan dengan  salah seorang guru Matematika di SMP Negeri 1 Masbagik, dari keterangan guru tersebut dapat diperoleh bahwa sebagian besar guru di SMP Negeri 1 Masbagik masih menggunakan model pembelajaran konvensional yaitu metode ceramah yang kemungkinan besar dapat menimbulkan pembelajaran yang monoton dan terpusat pada guru serta sikap arogansi antar siswa, siswa akan merasa diri paling benar, dan tidak saling menghargai serta kurang terjalinnya kerjasama antar siswa (individualisme).
Penerapan pendekatan pembelajaran konstruktivisme diharapkan mampu, merangsang siswa berfikir aktif dan kritis serta dapat menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri, memberikan nuansa baru bagi keunggulan-keunggulan tersendiri dalam mencapai proses-proses pencapaian prestasi belajar yang diharapkan melalui metode yang diterapkan. Terkait dengan hal ini peneliti ingin memberikan gambaran yang signifikan dalam penerapan pendekatan pembelajaran konstruktivisme untuk mengetahui efektifitas metode yang diterapkan terhadap prestasi belajar siswa dicapai oleh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Masbagik pada pokok bahasan relasi dan fungsi. Untuk itu peneliti merumuskan tema penelitian pada:
“Efektivitas Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme dengan Menggunakan LKS Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa SMP Negeri 1 Masbagik  Tahun Pembelajaran 2011/2012”.

B.     Identifikasi Masalah
Mengacu pada latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:
1.      Pembelajaran yang masih terpusat pada guru.
2.      Siswa masih takut untuk menyampaikan permasalahan-permasalahan yang timbul saat proses pembelajaran berlangsung.
3.      Kurangnya kemampuan guru untuk membangkitkan minat, bakat dan motivasi siswa dalam proses belajar mengajar.
4.      Proses pembelajaran masih monoton, umumnya dari guru dan tidak adanya timbal balik dari siswa.
5.      Rendahnya prestasi belajar matematika siswa.
6.      Siswa masih belum mampu menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri untuk belajar.
7.      Penggunaan LKS yang diterapkan dengan pendekatan pembelajaran konstruktivisme selain mampu menarik minat dan motivasi belajar siswa dharapkan juga mampu meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Matematika.


C.    Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka perlu bagi penulis untuk membatasi masalah guna menghindari meluasnya cakupan pembahasan karena beberapa pertimbangan, antara lain keterbatasan waktu, tenaga dan biaya. Oleh karena itu penulis akan membatasi masalah pada objek penelitian dan subjek penelitian sebagai berikut :
1.      Pembatasan Objek Penelitian
                  Objek penelitian ini terbatas pada masalah efektifitas pendekatan pembelajaran konstruktivisme dengan menggunakan LKS terhadap prestasi belajar matematika siswa.
2.      Pembatasan Subjek Penelitian
                  Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Masbagik Tahun Pembelajaran 2011/2012.

D.    Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Apakah pendekatan pembelajaran konstruktivisme dengan menggunakan LKS efektif terhadap prestasi belajar matematika siswa pada pokok bahasan relasi dan fungsi kelas VIII SMP Negeri 1 Masbagik Tahun Pembelajaran 2011/2012?

E.     Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pendekatan pembelajaran konstruktivisme dengan menggunakan LKS terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Masbagik Tahun Pembelajaran 2011/2012.

F.     Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diharapkan dari hasil penelitian ini adalah mencakup dua bagian.
1.      Manfaat secara teoritis
1)   Dengan penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa dengan pendekatan pembelajaran konstruktivisme dengan menggunakan LKS.
2)   Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan dorongan kepada para peneliti untuk melakukan penelitian lanjutan yang lebih luas dan mendalam.
2.      Manfaat secara praktis
1)      Manfaat Bagi Siswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk membangkitkan  interaksi yang efektif antara siswa dan melatih individu untuk bekerja sama mengatasi masalah-masalah pembelajaran sehingga mampu meningkatkan prestasi belajarnya.
2)      Manfaat Bagi Guru
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi guru bidang studi Matematika agar dapat memecahkan masalah yang ada yang timbul khususnya pada bidang studi Matematika sebagai suatu alternatif untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, yaitu dengan menerapkan pendekatan  pembelajaran konstruktivisme dengan menggunakan LKS.
3)      Bagi Peneliti 
Dengan keterlibatannya dalam penelitian ini, peneliti dapat mensosialisasikan salah satu pendekatan/model pembelajaran yaitu  konstruktivisme (pendekatan pembelajaran yang membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman).















BAB II
LANDASAN TEORI

A.    Kajian Teori
1.      Belajar
a.        Pengertian Belajar
Belajar (Learning) merupakan kegiatan paling pokok dalam mencapai perkembangan individu dan mempermudah pencapaian tujuan institusional suatu lembaga pendidikan. (Cece Rakhmat, 2006:47). Hal ini berarti berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu sangat bergantung  dalam proses belajar yang dialami siswa  termasuk di lingkungan formal terkecil seperti ruang kelas di sekolah.
Berkaitan dengan pendefinisian belajar, dikalangan ahli psikologi terdapat keragaman baik dalam cara menjelaskan maupun mendefinisikannya. Berikut beberapa pendapat para ahli tersebut. (a). Witherington (1950) mengemukakan belajar sebagai sebuah perubahan kepribadian yang dimanifestasikan kepada suatu pola respon individu yang mungkin berupa keterampilan,  sikap atau peningkatan pemahaman atas sesuatu; (b). Cronbach (1954) mengatakan belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman; (c). Crow dan Crow (1958) merumuskan pengertian belajar sebagai perolehan kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap. Hal tersebut termasuk cara-cara lain untuk melakukan suatu usaha penyesuaian diri terhadap situasi yang baru; (d). Skinner (1968) mengatakan belajar ialah proses adaptasi tingkah laku secara progresif; (e). Hilgard dan Brower (1975) mengemukakan belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap suatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu; perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat dan sebagainya); (f). Gagne (1977) menyatakan bahwa belajar terjadi apabila suatu stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi. (Cece Rakhmat, 2006:48).
Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan, dan sikap. Belajar dimulai sejak manusia lahir sampai akhir hayat. Kemampuan manusia untuk belajar merupakan karakteristik penting yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Belajar akan memberikan manfaat kepada individu yang bersangkutan dan masyarakat. Setiap individu akan mendapatkan manfaat belajar dari meningkatnya kualitas hidupnya. Sedangkan bagi masyarakat, belajar mempunyai peran penting dalam mentransmisikan budaya dan pengetahuan dari generasi ke generasi.






b.             Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar yaitu :
                           1.     Faktor Internal Siswa
Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua aspek yakni: 10 aspek fisiologis yaitu aspek yang bersifat jasmaniah dan 2) aspek psikologis yaitu aspek yang bersifat rohaniah seperti inteligensi siswa, sikap siswa dan bakat siswa. (Cece Rakhmat, 2006:49).
                           2.     Faktor Eksternal (dari luar individu yang belajar).
Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhi adalah: (a). Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa; (b). Lingkungan non sosial seperti gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal siswa, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar; (c). Faktor pendekatan belajar seperti cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran materi tertentu. (Cece Rakhmat, 2006:49).


2.      Matematika
Matematika merupakan suatu ilmu yang melatih seseorang untuk berfikir efisisen, jelas, tepat dan cepat. Simbol dan konsep dalam matematika merupakan alat untuk mengatakan pendapat atau gagasan secara kuantitatif. Pada matematika diletakkan dasar bagaimana cara berfikir dan bertindak melalui aturan dalil dan aksioma.(Irzani, 2009: 5) .
Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya yang sudah diterima, sehingga keterkaitan antara konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas .(Irzani, 2009: 6) .
Matematika sebagai ilmu deduktif ini berarti proses pengerjaan matematika harus bersifat deduktif. Matematika tidak menerima generalisasi berdasarkan pengamatan (induktif), tetapi harus berdasarkan pembuktian deduktif.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hakekat belajar matematika adalah suatu kegiatan psikologi, yakni kegiatan aktif dalam memahami dan menguasai serta mengkaji berbagai konsep dan struktur yang terdapat dalam bahasa yang dipelajari serta hubungan antar objek-objek matematika sehingga diperoleh pengetahuan baru atau peningkatan pengetahuan dan perubahan tingkah laku.

3.      Pembelajaran Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. . (Wina Sanjaya, 2006:264)
Filsafat konstruktivisme yang mulai digagas oleh Von Glasersfeld menganggap bahwa pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu dia berinteraksi dengan lingkungannya.(Paul Suparno, 1997:19). Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar, akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua factor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterpretasi objek tersebut. Kedua factor itu sama pentingnya. Dengan demikian pengetahuan itu tidak bersifat statis tetapi bersifat dinamis, tergantung individu yang melihat dan mengkonstruksinya. Lebih jauh Piaget menyatakan hakikat pengetahuan sebagai berikut:
    1. Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, akan tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.
    2.  Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep dan struktur yang perlu untuk pengetahuan.
    3. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan  bila konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang. (Paul Suparno, 1997:30).
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. (Paul Suparno, 1997:18). Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:
1.         Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
2.         Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
3.         Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling memengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
4.         Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
5.         Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
6.         Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik miknat pelajar. (Paul Suparno, 1997:36).
Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompok dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Pembelajaran matematika menurut pandangan konstruktivism adalah memberikan kesempatan pada siswa untuk mengkonstruksi konsep-konsep atau prinsip matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi. (Irzani, 2009: 31).
Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut.

4.      Prestasi  Belajar
Dalam dunia pendidikan dan pengajaran, peranan prestasi belajar sangat penting. Prestasi belajar merupakan hasil dari kegiatan belajar dan tenaga pengajar, dan juga keberhasilan peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar.
Prestasi belajar merupakan sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata yaitu prestasi dan belajar, dimana prestasi memiliki pengertian dari hasil dari sebuah kegiatan yang dikerjakan, diciptakan baik secara individual maupun secara kelompok. Prestasi itu sendiri tidak akan dicapai jika seseorang tidak pernah melakukan sesuatu. (Djamarah, 1994 : 19). Sedangkan WJS Poerwardarminta (Djamarah, 1994: 20) berpendapat bahwa prestasi adalah hasil yang telah dicapai, dilakukan, dikerjakan dan sebagainya.
Dari kedua pengertian prestasi yang dikemukakan para ahli di atas, jelas terlihat perbedaan pada kata-kata tertentu sebagai penekanan, namun intinya sama yaitu hasil yang dicapai dari suatu kegiatan.
 Pakar lain, Harahap dkk (Djamarah, 1994: 21) mengatakan bahwa prestasi adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan murid yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka serta nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum. Jadi prestasi dapat disimpulkan bahwa sesuatu yang diperoleh dari suatu kegiatan dari suatu wujud dari pencapaian usaha. Kemajuan yang diperoleh itu tidak saja berupa ilmu pengetahuan, tetapi juga berupa kecakapan atau keterampilan. Semuanya bisa diperoleh dibidang suatu pelajaran tertentu. Kemudian untuk mengetahui prestasi setiap siswa terhadap mata pelajaran tertentu itu dilakukan dengan evaluasi.

Jadi prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh atau perubahan perilaku seseorang secara akademik berdasarkan kemampuan dan keterampilan yang diperoleh dari suatu kegiatan yang dilakukan secara individu maupun kelompok melalui proses belajar mengajar berupa angka atau nilai.
Prestasi belajar siswa dapat diketahui melalui hasil belajarnya. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama  yaitu factor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari dalam diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Hasil belajar siswa di Sekolah 70% dipengarui oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Salah satu lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di Sekolah ialah kualitas pengajaran. Yang dimaksud dengan kualitas pengajaran adalah tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam tujuan mencapai tujuan pengajaran. Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil (prestasi) belajar siswa di Sekolah dipengaruhi oleh kemampuan siswa sendiri dan kualitas pengajaran.

5.      Lembar Kerja Siswa (LKS)

1. Pengertian Lembar Kerja Siswa (LKS)

LKS merupakan lembar kerja bagi siswa baik dalam kegiatan intrakurikuler maupun kokurikuler untuk mempermudah pemahaman terhadap materi pelajaran yang didapat. LKS (lembar kerja siswa) adalah materi ajar yang dikemas secara integrasi sehingga memungkinkan siswa mempelajari materi tersebut secara mandiri (http://pustaka.ut.ac.id). 
Lembar kerja siswa (LKS) merupakan salah satu perangkat pembelajaran matematika yang cukup penting dan diharapkan mampu membantu peserta didik menemukan serta mengembangkan konsep matematika (http://www.gudangmateri.com/2011/03/pengertian-dan-manfaat-lks.html).
LKS merupakan salah satu sarana untuk membantu dan mempermudah dalam kegiatan belajar mengajar sehingga akan terbentuk interaksi yang efektif antara siswa dengan guru, sehingga dapat meningkatkan aktifitas siswa dalam peningkatan prestasi belajar matematika siswa.
Dalam lembar kerja siswa (LKS) siswa akan mendapatkan uraian materi, tugas, dan latihan yang berkaitan dengan materi yang diberikan
.
Dengan menggunakan LKS dalam pengajaran akan membuka kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk ikut aktif dalam pembelajaran. Dengan demikian guru bertanggung jawab penuh dalam memantau siswa kegiatan belajar siswa dalam proses belajar mengajar di kelas.
Penggunaan LKS sebagai alat bantu pengajaran akan dapat mengaktifkan siswa. Dalam hal ini, sesuai dengan pendapat Tim Instruktur Pemantapan Kerja Guru (PKG) menyatakan secara tegas “salah satu cara membuat siswa aktif adalah dengan menggunakan LKS”. Dari pendapat
tersebut dapat dipahami bahwa Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran kertas yang intinya berisi informasi dan instruksi dari guru kepada siswa agar dapat mengerjakan sendiri suatu kegiatan belajar melalui praktek atau mengerjakan tugas dan latihan yang berkaitan dengan materi yang diajarkan untuk mencapai tujuan pengajaran.

2.    Manfaat Lembar Kerja Siswa (LKS)

Manfaat Lembar Kerja Siswa (LKS), antara lain: (a). Sebagai alternatif guru untuk mengarahkan pengajaran atau memperkenalkan suatu kegiatan tertentu; (b). Dapat mempercepat proses belajar mengajar dan hemat waktu mengajar; (c). Dapat mengoptimalkan alat bantu pengajaran yang terbatas karena siswa dapat menggunakan alat bantu secara bergantian
. (http://www.gudangmateri.com/2011/03/pengertian-dan-manfaat-lks.html).

3.    Tujuan Lembar Kerja Siswa (LKS)

LKS dibuat bertujuan untuk menuntun siswa akan berbagai kegiatan yang perlu diberikan serta mempertimbangkan proses berpikir yang akan ditumbuhkan pada diri siswa. LKS mempunyai fungsi sebagai urutan kerja yang diberikan dalam kegiatan baik intrakurikuler maupun ekstrakurikuler terhadap pemahaman materi yang telah diberikan.
Menurut tim instruktur PKG tujuan Lembar Kerja Siswa (LKS), antara lain: (a). Melatih siswa berfikir lebih mantap dalam kegiatan belajar mengajar; (b). Memperbaiki minat siswa untuk belajar, misalnya guru membuat LKS lebih sistematis, berwarna serta bergambar untuk menarik
perhatian dalam mempelajari LKS tersebut.
(http://www.gudangmateri.com/2011/03/pengertian-dan-manfaat-lks.html)

4. Langkah-Langkah Penulisan LKS

a.    Melakukan analisis kurikulum; standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, dan materi pembelajaran.
b.    Menyusun peta kebutuhan LKS
c.    Menentukan judul LKS
d.   Menulis LKS
e.    Menentukan alat penilaian
(http://203.130.201.221/materi_rembuknas2007/komisi%201/subkom-3-KTSP/SD/powerpoint/11_pengembangan_bahan_ajar.ppt.)
5.    Struktur LKS

Adapun struktur LKS secara umum adalah sebagai berikut :
a.         Judul, mata pelajaran, semester, dan  tempat
b.         Petunjuk belajar
c.         Kompetensi yang akan dicapai
d.        Indikator,
e.         Informasi pendukung
f.          Tugas-tugas dan langkah-langkah kerja
g.         Penilaian




B.     Kerangka Berpikir
Dalam pembelajaran konvesional yaitu yang masih menggunakan metode ceramah, guru mendominasi kegiatan. Siswa pasif, siswa masih bersifat individual, guru aktif dan segala inisiatif datang dari guru. Aktivitas anak terbatas pada mendengarkan, mencatat, kurang terbangunnya kerjasama yang positif antar siswa dalam rangka memahami konsep matematika  dan menjawab bila guru memberikan pertanyaan. Siswa
hanya  berfikir menurut apa yang digariskan oleh guru. Proses belajar mengajar semacam ini tidak mendorong siswa berfikir dan beraktivitas, hal ini tidak sesuai dengan hakekat pribadi siswa sebagai subyek belajar.
Untuk dapat mengoptimalkan pemahaman siswa pada konsep matematika, diperlukan suatu metode pembelajaran yang bisa menghubungkan pengalaman siswa dengan materi yang sedang dipelajari dan dapat membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan pembelajaran konstruktivisme merupakan salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan diatas. Dengan menggunakan model pembelajaran tersebut diharapkan agar siswa benar-benar aktif belajar, dapat menumbuhkan kerjasama yang positif dan menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa, serta dapat meningkatkan prestasi belajar yang maksimal dalam pembelajaran matematika.
Proses belajar akan lebih efektif  lagi secara optimal apabila peserta didik langsung secara aktif berpartisipasi dalam kegiatan belajar mengajar. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu melakukan suatu tindakan atau upaya yang dilakukan oleh guru matematika dalam meningkatkan  motivasi, minat, dan keaktifan siswa. Adapaun tindakan yang dilakukan oleh guru yaitu dengan menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang diterapkan dengan pendekatan pembelajaran konstruktivisme.
Apabila dalam penyampain materi operasi aljabar menggunakan LKS yang diterapkan dengan pendekatan pembelajaran konstruktivisme, maka akan menarik motivasi dan minat siswa, serta meningkatkan keaktifan siswa yang akan menyebabkan terjadinya peningkatan prestasi belajar siswa. Sebaliknya apabila tidak menggunakan LKS yang diterapkan dengan pendekatan pembelajaran konstruktivisme, maka keaktifan siswa akan berkurang sehingga prestasi belajar siswa kurang optimal.
Dari uraian di atas maka penggunaan pendekatan pembelajaran konstruktivisme dengan menggunakan LKS dalam pembelajaran matematika dianggap perlu untuk membantu dalam rangka memahami konsep dan aplikasi matematika, menumbuhkan rasa kerjasama positif dan menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa, serta dapat meningkatkan prestasi belajar yang maksimal dalam pembelajaran matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Masbagik tahun pembelajaran 2011/2012.




KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR MATEMATIKA
 
Bagan Kerangka Berfikir














Terdapat peningkatan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika pokok bahasan operasi aljabar  pada siswa kelas VIII SMP Negri 1 Masbagik
 
 





















C.    Hipotesis Penelitian
Menurut Sugiyono (2010: 86), hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara atau kesimpulan yang diambil untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian. Hal serupa dikemukakan oleh suharsimi (1998: 67), bahwa “hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan  penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul”.
Berdasarkan kerangka berfikir di atas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: pendekatan pembelajaran konstruktivisme dengan menggunakan LKS efektif untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Masbagik Tahun Pembelajaran 2011/2012.


BAB III
METODE PENELITIAN

            Pada bab ini akan dibahas secara berturut-turut mengenai: (a) waktu dan tempat penelitian, (b) jenis penelitian, (c) populasi dan sampel, (d) rancangan penelitian, (e) variabel penelitian, (f) definisi operasional penelitian, (g) teknik pengumpulan data, (h) instrumen penelitian, dan (i) teknik analisis data.

A.    Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012 yang berlangsung mulai dari bulan Juli sampai September 2011 di Kelas VIII SMP Negeri 1 Masbagik.

B.     Jenis  Penelitian
Sugiyono (2010: 107) mengemukakan bahwa penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Penelitian jenis eksperimen dianggap baik karena telah memenuhi persyaratan. Yang dimaksud dengan persyaratan dalam eksperimen adalah adanya kelompok lain yang tidak dikenai eksperimen dan ikut mendapatkan pengamatan. (Suharsimi Arikunto, 1998: 85).
Dalam penelitian ini terdapat dua kelompok. Kelompok yang diberi perlakuan disebut kelompok eksperimen dan kelompok yang tidak diberi perlakuan disebut kelompok kontrol (Sugiyono, 2010: 112).
Karena dalam penelitian ini gejala yang akan diteliti sengaja diadakan, maka metode penelitian yang akan digunakan oleh peneliti dalam  penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen.

C.    Populasi dan Sampel Penelitian
1.      Populasi
Menurut Suharsimi Arikunto (1998: 115), populasi adalah keseluruhan subjek penelitian, maka penelitiannya merupakan elemen yang ada di wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi. Lebih lanjut Suharsimi Arikunto mengemukakan bahwa penelitian populasi hanya dapat dilakukan bagi populasi terhingga dan subjek tidak terlalu banyak.
Berdasarkan pendapat di atas maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Masbagik Tahun Pelajaran 2011/2012.

2.      Sampel 
Dalam penelitian pendidikan, subyek yang dikenai penelitian biasanya dilakukan terhadap sampel. Jika kita hanya akan meneliti sebagian dari populasi, maka penelitian tersebut disebut penelitian sampel. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Suharsimi Arikunto, 2006: 131). Sedangkan menurut (Sugiono, 2010: 81)  Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut .
Untuk menentukan jumlah sampel yang harus diambil dari suatu populasi peneliti menggunakan kriteria, apabila subyeknya kurang dari 100 maka semua subyek diambil, populasi  sehingga penelitian tersebut merupakan penelitian populasi. Tapi jika jumlah subyeknya besar atau lebih dari 100, maka dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih (Suharsimi Arikunto, 2006: 134).
Karena penelitian ini adalah dengan sampel, maka yang digunakan untuk menentukan ukuran sampel adalah Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah terdiri dari dua kelas yang diambil dari populasi, yaitu satu kelas yang akan digunakan sebagai kelas kotrol dan satu kelas sebagai kelas eksperimen. Penentuan kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan secara rondom sampling (acak).

D.    Rancangan Penelitian
            1.      Desain Penelitian
Karena penelitian ini untuk mengetahui pengaruh suatu perlakuan secara sengaja maka objek penelitian dibedakan menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Dalam penelitian ini desain yang digunakan adalah post-test group desaign dari model solomon (Suharsimi Arikunto 2006: 85).
Skema model Post-test Group Desaign adalah sebagai berikut:
E       : X       O1
P       :           O2
Dimana E = kelompok Eksperimen, P = kelompok Kontrol, X sebagai perlakuan atau treatment yang dalam hal ini adalah pendekatan pembelajaran kostruktivisme dengan menggunakan LKS, dan O adalah hasil post-test masing-masing kelompok.

            2.      Langkah-langkah  Eksperimen
Adapun urutan dalam langkah-langkah eksperimen adalah sebagai berikut:
1)      Identifikasi masalah
2)      Identifikasi variabel dan perumusan masalah
3)      Kajian teoritis dan perumusan hipotesis alternatif (Ha)
4)      Penyusunan rancangan penelitian yang meliputi:
a.       Identifikasi variabel
b.      Memilih desain penelitian
c.       Menentukan sampel eksperimen
d.      Menentukan sampel kontrol
e.       Menyusun instrumen penelitian
f.       Uji coba instrumen penelitian
g.      Perumusan hipotesis nihil (Ho)
5)      Pelaksanaan penelitian yang meliputi
a.       Memberikan perlakuan kepada kelompok eksperimen sesuai dengan jadwal pelajaran yang telah ditentukan
b.      Pengontrolan jalannya eksperimen
c.       Mengadakan post-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
d.      Mengumpulkan data hasil penelitian
e.       Analisis data hasil penelitian dengan teknik yang telah ditentukan
f.       Pembuatan laporan penelitian

E.     Variabel Penelitian
Agar memperjelas apa, siapa, dan bagaimana penelitian ini, maka dipandang perlu untuk mengetahui variabel-variabel sebagai fokus pengamatan dalam penelitian ini.
Menurut Suharsimi Arikunto (1998: 99) mengemukakan bahwa variabel merupakan objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian, pendapat lain yang senada  mengemukakan juga bahwa variabel dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua bagian  yaitu sebagai berikut :
a.       Variabel bebas  (Independent Variabel)
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat) (Sugiyono, 2010: 61). Berdasarkan pendapat tersebut maka yang menjadi variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah pendekatan pembelajaran konstruktivisme dengan menggunakan LKS.
b.      Variabel terikat (depedent variabel)
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2010: 61). Berdasarkan pendapat tersebut maka yang menjadi variabel terikat (Y) dalam penelitian ini adalah prestasi belajar matematika siswa.
Untuk lebih jelasnya mengenai hubungan antar variabel tersebut dapat digambarkan dalam bentuk hubungan sebagai berikut:
Keterangan:
X            =    Variabel bebas (metode mengajar)
Y            =    Variabel terikat (prestasi belajar siswa)

F.     Definisi Operasional Variabel Penelitian
Jika ada pertanyaan tentang apa yang diteliti maka jawabannya berkenaan dengan variabel penelitian. Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010: 60). Suharsimi Arikunto (1998: 97) mengatakan bahwa “variabel adalah objek penelitian yang bervariasi”. Ahli lain mengatakan “variabel  penelitian merupakan kumpulan konsep mengenai fenomena yang ditelti”.
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa variabel meliputi faktor-faktor atau gejala yang akan diteliti.
Setelah dijelaskan variabel-variabel dalam suatu penelitian maka perlu pengertian dari masing-masing variabel secara operasional yang mencerminkan keterkaitan variabel tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa “definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati. Dengan demikian yang perlu di definisikan secara oprasional adalah variabel bebas dan variabel terikatnya, yang menjadi variabel bebasnya adalah pendekatan pembelajaran konstruktivisme dengan menggunakan LKS.
Pendekatan pembelajaran konstruktivisme dengan menggunakan LKS adalah salah satu metode pembelajaran yang dibantu dengan menggunakan LKS untuk mengaktifkan kegiatan belajar siswa agar siswa tidak hanya mendengarkan dan menerima pelajaran tetapi mampu menyusun ide-ide baru. Sedangkan yang menjadi variabel terikatnya adalah prestasi belajar matematika siswa.
Prestasi belajar matematika siswa adalah hasil belajar siswa setelah mendapatkan pelajaran matematika yang diberikan oleh guru.

G.    Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan permasalahan variabel penelitian yang disebutkan maka metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode test. Test yaitu serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Suharsimi Arikunto, 1998: 139).
Tes adalah alat yang digunakan untuk mengukur penguasaan atau kemampuan para siswa setelah mereka selama waktu tertentu menerima proses belajar mengajar dari guru.
Jadi dapat disimpulkan bahwa test adalah suatu rangkaian pertanyaan yang harus dikerjakan oleh siswa yang dipakai untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami suatu konsep. Hal ini tentunya dengan melihat baik buruknya test yang digunakan.
Adapun tes yang digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menerima materi yang sudah disampaikan melalui pembelajaran konstruktivisme dengan berbantuan LKS  yaitu soal-soal essay.

H.    Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan sesuatu yang amat penting dan strategi kedudukannya didalam keseluruhan kegiatan penelitian. Hubungan antara data dengan permasalahan, tujuan dan hipotesis penelitian. Data merupakan bahan penting yang akan digunakan untuk menjawab, permasalahan, mencari sesuatu yang akan digunakan untuk mencapai tujuan, dan untuk membuktikan hipotesis. Jika data merupakan kunci pokok dalam kegiatan penelitian sekaligus menentukan kualitas hasil penelitian.
Instrumen penelitian merupakan alat bantu bagi peneliti dalam mengumpulkan data, kualitas instrumen akan menentukan kualitas data yang terkumpul. Itulah sebabnya menyusun instrumen bagi kegiatan penelitian merupakan langkah penting yang harus dipahami betul-betul oleh peneliti. Lebih lanjut dijelaskan oleh seorang ahli, instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2010: 148).
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data, agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah (Suharsimi Arikunto, 1998: 151). Pemilihan instrumen penelitian sangat ditentukan oleh beberapa hal yaitu: objek penelitian, sumber data, dan dana yang tersedia, jumlah tenaga peneliti, serta teknik yang yang akan digunakan untuk mengolah data bila sudah terkumpul.
Berdasarkan pendapat di atas, maka instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah test yang terdiri dari atas sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh responden.
Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah tes kemampuan menyelesaikan soal-soal relasi dan fungsi. Cara pelaksanaan soal test ini adalah siswa diminta mengerjakan seluruh soal yang disiapkan oleh guru. Test hasil belajar pada pokok bahasan Relasi dan fungsi yang terdiri dari 6 butir soal essay. Dalam hal ini, cara penilaiannya adalah masing-masing soal mempunyai skor berkisar dari 0 sampai 20 sehingga skor minimal idealnya 0 dan skor maksimal idealnya adalah 100.
Adapun rumus-rumus yang digunakan dalam pengujian validitas dan reliabilitas instrumen adalah sebagai berikut:
a.      Validitas Instrumen
Mengenai validitas instrument, seorang ahli mengatakan hasil penelitian dikatakan valid apabila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti (Sugiyono, 2010: 172). Ahli lain mengemukakan bahwa “validitas  adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrument. (Suharsimi Arikunto, 1998: 160).
Berdasarkan pendapat di atas, maka validitas berarti ketetapan suatu instrument untuk mengukur apa yang hendak diukur.
Adapun rumus uji validitas yang digunakan adalah rumus korelasi product moment dengan angka kasar yang dikemukakan oleh Peorson sebagai berikut:
Keterangan :
rxy      = Angka indeks korelasi r product moment
N      = Jumlah Siswa
Sxy   = Jumlah hasil kali antara skor x dan skor y
Sx     = Jumlah seluruh skor x
Sy     = Jumlah seluruh skor y
Dengan Ketentuan jika rxy hitung > rxy tabel ( r Product moment) maka instrumen tersebut memiliki kriteria valid dan sebaliknya jika rxy hitung < rxy tabel ( r Product moment) maka instrumen tersebut memiliki kriteria tidak valid, pada taraf signikansi 5% (Suharsimi Arikunto, 1998: 162).



b.      Reliabilitas Tes
Adapun cara yang digunakan untuk menguji apakah instrumen yang digunakan reliabel atau tidak, digunakan rumus Alpha yang terlihat sebagai berikut :
Keterangan :
r11           = reliabilitas instrumen
k             = banyak soal
   = jumlah varians butir
        = varians total
 Tabel 3.1 Kriteria reliabilitas
0,00 < r11 < 0,19
:
Sangat rendah
0,20 < r11 < 0,38
:
Rendah
0,39 < r11 < 0,58
:
Cukup
0,59 < r11 < 0,78
:
Tinggi
0,79 < r11 < 1,00
:
Sangat tinggi
                (Suharsimi Arikunto, 1998: 193)
c.        Tingkat Kesukaran Butir Soal
Soal yang baik ialah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit. Soal yang mudah tidak merangsang siswa untuk berpikir, sebaliknya soal yang sulit menyebabkan siswa cepat putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi. Besarnya taraf kesukaran disebut indeks kesukaran. Besarnya indeks kesukaran dari 0,0 – 1,0. Jika indeks kesukarannya 0,0 berarti soalnya sulit dan jika indeks kesukarannya 1,0 termasuk soal mudah. Dalam ilmu pendidikan indeks kesukaran  untuk soal bentuk uraian digunakan rumus berikut:
               Tingkat kesulitan=
Mean=
Hasi perhitungan dengan menggunakan rumus di atas menggambarkan tingkat kesukaran soal itu. Klasifikasi tingkat kesukaran soal dpat dicontohkan seperti berikut ini:
         0,00 – 0,30 ialah soal sukar
         0,31 – 0,70 ialah soal sedang
         0,71 – 1,00 ialah soal mudah
         (Ali Akbar, 2009:90).
d.        Daya Beda Instrumen
Daya beda (discriminating power) atau kita singkat DB adalah kemampuan butir soal atau THB membedakan siswa yang mempunyai kemampuan tinggi dan rendah.(Purwanto, 2009:102).
 Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu butir soal dapat membedakan antara siswa yang telah menguasai materi yang ditanyakan dan siswa yang tidak/kurang/belum menguasai materi yang ditanyakan.(Ali Akbar, 2009:92). Secara teoritis peserta uji kelompok atas haruslah menjawab dengan benar butir- butir soal yang dikerjakan secarah lebih banyak daripada jawaban benar kelompok bawah. Jika terjadi jumlah jawaban benar peserta kelompok bawah libih banyak daripada  kelompok  atas, hal itu berarti menyalahi logika dan tidak memiliki konsistensi internal sehingga butir soal yang bersangkutan dinyatakan tidak baik. Sebuah butir soal yang baik adalah yang mempunyai daya untuk membedakan kemampuan antara peserta uji kedua kelompok tersebut. Untuk mencari daya beda rumus yang digunakan adalah:
 
            Keterangan:
                       D = Daya beda
                   SMI = Skor Maksimal Ideal                                
                               
Tabel 3.2 : Kriteria Daya beda
Interval daya beda
Kriteria
         0,00 – 0,20        
0,21 – 0,40
0,41 – 0,70
0,71 – 1,00
Jelek
Cukup
Baik
Baik sekali
               (Ali Akbar, 2009:93)
I.       Teknik Analisis Data
Untuk memperoleh secara jelas mengenai data dari masing-masing variable serta untuk mengkaji hipotesis penelitian maka dilakukan analisa data dan dibagian ini akan dibahas berturut-turut.

         1.         Analisa Deskripsi Data
Data yang diperoleh dideskripsikan dengan mnggunakan statistic deskriptif yang meliputi penentuan skor maksimal ideal (SMi), harga rata-rata ideal (Mi), dan standar deviasi ideal (SDi). Untuk menentukan harga Mi dan SDi dapat digunakan rumus sebagai berikut :
Mi        : ( Skor maksimal ideal + Skor minimal ideal)
SDi      : ( Skor maksimal ideal – Skor minimal ideal)
Berdasarkan harga Mi dan SDi maka dibuat tabel konversi untuk pengkategorian masing-masing variabel sebagai berikut :
Mi + 1SDi sampai Mi + 3SDi = Tinggi
Mi - 1SDi sampai < Mi + 1SDi = Sedang
Mi - 3SDi sampai < Mi - 1SDi = Rendah
(Suharsimi Arikunto, 2001:40)
         2.         Uji Persyaratan Analisis
a.    Uji Normalitas Data
Pengujian normalitas data dimaksudkan untuk menguji apakah data yang telah terkumpul  dan skor dalam variabel yang diteliti telah menghampiri distribusi normal atau tidak. Varibel-variabel yang akan diuji normalitasnya adalah variabel tentang prestasi belajar matematika pada pokok bahasan operasi aljabar yang diberikan dengan menggunakan LKS yang diterapkan dengan pendekatan pembelajaran konstruktivisme dan yang tidak menggunakan LKS yang diterapkan dengan pendekatan konstruktivisme.
Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan rumus Chi-Kuadrat yaitu sebagai berikut:
Keterangan :
X2= Harga Chi kuadrat
fo = Frekuensi observasi
fh = Frekuensi harapan.   
          ( Suharsimi Arikunto, 1998 :279)
Dengan kriteria keputusan jika Xhitung < dari X2 tabel dengan taraf signifikan 1% maka data tersebut normal dan sebaliknya jika Xhitung > X2 tabel maka data tersebut tidak normal.

b.   Uji Homogenitas Data
Homogenitas sampel menunjukkan pada keadaan sampel yang sama. Apabila peneliti akan mengeneralisasikan maka peneliti harus yakin bahwa kelompok-kelompok yang membentuk sampel berasal dari populasi yang sama. Dalam penelitian ini untuk menguji homogenitas sampel digunakan uji Bartlet dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
        X2         = Koofesien Bartlet
Ln 10   = 2,3026
B         = Satuan Bartlet
Ni        = Besaran ukuran sampel
B         =
S2         =
(Nana Sudjana, 1996: 105)
Dengan kriteria keputusan jika Xhitung < dari X2 tabel dengan maka data tersebut homogen dan sebaliknya jika Xhitung > X2 tabel maka data tersebut tidak homogen.
         3.         Tehnik Pengujian Hipotesis
Menurut Sugiyono (2010: 86), hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara atau kesimpulan yang diambil untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian. Hal serupa dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (1998: 67), bahwa “hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan  penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul”.
Dengan demikian untuk menguji hipotesis yang dikemukakan pada bab sebelumnya digunakan uji z dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :
  Z     = Koefisien Z
  = Rata-rata kelompok eksperimen
  = Rata-rata kelompok kontrol
S  = Varian kelompok eksperimen
S = Varian kelompok kontrol
n1        ­= Jumlah sampel kelompok eksperimen
n2      = Jumlah sampel Kelompok control
(Yatim Riyanto, 2001:107).
Kriteria pengujian adalah sebagai berikut : jika Z-hitung lebih besar dari Z-tabel dengan taraf signifikan 1% maka Ho ditolak dan Ha diterima. Sebaliknya jika Z-hitung lebih kecil dari Z-tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak.










1 komentar:

  1. mbak, saya sudah membaca proposal skripsinya... kalo boleh , saya mau tau lebih mendetail gk mb? judul saya pengaruh pendekatan pembelajaran kontruktivisme menggunakan lks terhadapa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa..
    kalo boleh juga saya mau mnta contoh data2 mb kemarin , email saya mb :chbt@rocketmail.com
    mohon bantuannya mb , afwan

    BalasHapus