BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar dan berencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengenalan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan oleh diri masyarakat, bangsa dan negara. (Sisdiknas,2004).
Dalam keseluruhan upaya pendidikan PBM (Proses Belajar
Mengajar) merupakan aktivitas paling penting, karena melalui proses itulah
tujuan pendidikan akan dicapai dalam
bentuk perubahan prilaku siswa. Undang- Undang Sistem Pendidikan Nasional No.
20 Pasal 3 Tahun 2003, yaitu :
“Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
“Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Pembelajaran
matematika akan menuju arah yang benar dan berhasil apabila kita mengetahui
karakteristik yang dimiliki matematika. Salah satu karakteristik
Matematika adalah mempunyai objek bersifat abstrak sehingga peserta didik
mempersepsikan bahwa Matematika merupakan peserta didikan yang sulit dipahami
dan sulit diaplikasikan dalam situasi kehidupan real, sehingga dorongan atau
motivasi belajar matematika siswa tergolong rendah, begitu juga dengan prestasi belajar matematika siswa di Sekolah
masih tergolong rendah dan masih berada di bawah standar internasional dalam
penguasaan Matematika.
Dari situasi tersebut, pendekatan yang diterapkan
kurang bermakna dan tidak mengaplikasikan keterampilan berhitung pada situasi
pemecahan masalah sehingga peserta didik menjadi bosan dan tidak menyenangi
Matematika. Untuk membuat Matematika mudah difahami, guru harus bekerja keras
mengajarkan Matematika pada peserta didik dengan cara yang menyenangkan dan
sesuai dengan kebutuhan peserta didik, Sehingga mampu meningkatkan motivasi
siswa dalam belajar Matematika. Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan yang
dapat mengubah persepsi tersebut melalui model pembelajaran yang mudah diterima
oleh peserta didik dan bersifat realistis artinya berhubungan erat dengan
lingkungan sekitar.
Dalam meningkatkan kualitas pembelajaran Matematika
dikenal berbagai macam model pembelajaran, salah satunya adalah model pembelajaran
Realistic Mathematics Education (RME). Pembelajaran dengan model RME
merupakan model pembelajaran yang dilakukan melalui penjelajahan berbagai
situasi dan persoalan-persoalan realistik. Model ini bertitik tolak dari
hal-hal yang real (nyata) bagi peserta didik, menekankan keterampilan “process
of doing mathematics”, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi,
akhirnya
menggunakan Matematika untuk menyelesaikan
masalah baik secara individu maupun kelompok.
Pendekatan RME
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, karena dengan menggunakan pendekatan
ini, siswa akan dilatih untuk mengontruksikan pengalamannya/pengetahuan dan
yang terpenting adalah menekankan konteks nyata yang dikenal murid untuk
mengontruksikan pengetahuan matematika oleh murid itu sendiri dengan pelajaran
yang akan dipelajari. Dengan menggunakan pendekatan semacam ini siswa
akan lebih cepat memahami apa yang sedang dipelajari serta lebih termotivasi
untuk belajar matematika
dan pelajaran yang diperoleh akan lebih melekat dalam ingatan siswa. Dalam
pengajarannya guru memberikan contoh-contoh yang sesuai dengan kondisi
lingkungan siswa sehingga siswa mudah menyerap pelajaran yang
disampaikan.
dan pelajaran yang diperoleh akan lebih melekat dalam ingatan siswa. Dalam
pengajarannya guru memberikan contoh-contoh yang sesuai dengan kondisi
lingkungan siswa sehingga siswa mudah menyerap pelajaran yang
disampaikan.
Berdasarkan pengamatan dan penuturan guru mata
pelajaran peserta didik Matematika di MA
NW Keruak, pembelajaran Matematika di MA tersebut menggunakan model
pembelajaran ceramah. Secara otomatis, hanya peserta didik yang memiliki
kecenderungan untuk aktif saja yang akan maju dan berkembang sedangkan yang
lain justru jenuh dan merasa bosan. Peserta didik yang belum aktif akan
menerima begitu saja yang diberikan dalam penjelasan guru. Mereka tidak akan
menerima penjelasan lebih lanjut, sehingga dalam penerapan kehidupan
sehari-hari akan kurang dipahami dan dilaksanakan. Oleh karena itu, diperlukan
strategi pembelajaran yang dapat membuat peserta didik paham akan materi yang
disampaikan dan dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Dari hasil
observasi awal, mengungkapkan bahwa siswa masih kurang antusias, kurang
motivasi serta ketuntasan belajar belum tercapai, hal ini bisa dilihat dari
nilai matematika siswa kelas XI semester
I tahun pembelajaran 2010/2011 dengan nilai rata-rata
terendah 6,28. Sementara ”standar ketuntasan belajar siswa adalah minimal
mendapatkan skor 55 dan suatu kelas dikatakan tuntas belajar
bila telah mencapai ketuntasan klasikal 85%”.
Di samping
itu, dari penjelasan guru diketahui bahwa siswa kelas XI MA NW Keruak mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan soal matematika, khususnya pada pokok bahasan Peluang.
Berdasarkan
hasil observasi di sekolah tersebut, khususnya di kelas XI MA NW Keruak, penerapan
model dalam setiap pembelajaran belum mampu bervariasi dan masih menggunakan
metode konvensional/ceramah, dimana guru
menjelaskan suatu konsep kemudian siswa hanya duduk mendengarkan.
Oleh karena itu, guru matematika MA NW Keruak diharapkan melakukan
perbaikan dalam proses belajar mengajar. Salah satunya dengan menerapkan pendekatan
pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa untuk mengembangkan potensi
secara maksimal. Pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru dalam pembelajaran
matematika adalah pendekatan RME (Realistic Mathematics Education), karena
pendekatan pembelajaran ini dapat mendorong keaktifan, membangkitkan motivasi
dan kreatifitas belajar siswa.
Berdasarkan uraian di atas muncul pertanyaan dalam diri penulis, berkenaan
dengan cara terbaik yang dapat dilakukan guru dalam membantu kegiatan belajar
siswa, sehingga diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar matematika
siswa, khususnya pada pokok bahasan Komposisi dua fungsi dan invers
fungsi. Oleh karena itu penulis
melakukan penelitian di MA NW Keruak dengan judul “Efektivitas Model
Pembelajaran Matematika Realistik (RME) Terhadap Motivasi Belajar Matematika
Siswa MA NW Keruak Tahun Ajaran 2011/2012”.
B.
Identifikasi Masalah
Bertolak dari latar belakang permasalahan maka muncul
beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1.
Motivasi belajar matematika siswa masih rendah.
2.
Dalam pembelajaran matematika guru masih menggunakan
pembelajaran konvensional yaitu teacher center.
3.
Guru masaih mendominasi pembelajaran, siswa hanya
duduk, mencatat dan mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru.
4.
metode pembelajaran kurang variatif.
5.
Pendekatan yang digunakan kurang menarik perhatian dan
kurang merangsang motivasi belajar Matematika siswa.
6.
Guru tidak
kreatif untuk membuat suasana belajar menjadi lebih rilex dan menyenangkan.
7.
Kreativitas
siswa masih rendah.
8.
Sarana dan
prasarana masih kurang.
9.
Penerapan model pembelajaran matematika realistik mampu
menarik motivasi belajar matematika siswa pada pokok bahasan Komposisi dua
fungsi dan invers fungsi.
C.
Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas,
maka perlu bagi penulis untuk membatasi masalah guna menghindari meluasnya
cakupan pembahasan karena beberapa pertimbangan, antara lain keterbatasan waktu,
tenaga dan biaya. Oleh karena itu penulis akan membatasi masalah pada objek
penelitian dan subjek penelitian sebagai berikut :
1.
Pembatasan Objek Penelitian
Objek penelitian ini terbatas
pada masalah Efektivitas
Model Pembelajaran Matematika Realistik (RME) Terhadap Motivasi Belajar
Matematika Siswa.
2.
Pembatasan Subjek Penelitian
Subjek
penelitian ini adalah siswa kelas XI
MA NW Keruak Tahun pembelajaran
20011/2012.
D.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, identifikasi dan batasan
masalah
yang sudah dikemukakan oleh peneliti, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah: “Apakah Model Pembelajaran Matematika Realistik (RME) Efektif Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Matematika Siswa MA NW Keruak Tahun Ajaran 2011/2012”?
yang sudah dikemukakan oleh peneliti, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah: “Apakah Model Pembelajaran Matematika Realistik (RME) Efektif Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Matematika Siswa MA NW Keruak Tahun Ajaran 2011/2012”?
E.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Apakah Model Pembelajaran Matematika Realistik (RME)
Efektif Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Matematika Siswa MA NW Keruak Tahun
Ajaran 2011/2012.
F.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1.
Manfaat Teoritis
Adapun beberapa manfaat dari penelitian ini secara
teoritis yaitu sebagai berikut :
a. Agar
penelitian ini dapat memperkaya khasanah keilmuan, khususnya dalam hal
pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Atas.
b. Agar
guru kelas atau guru bidang studi bisa menggunakannya sebagai alternatif yang
lain dalam proses belajar mengajar Matematika
c. Agar
kesulitan yang dialami siswa pada pembelajaran Matematika dapat diatasi untuk
perbaikan.
2.
Manfaat Praktis
Selain manfaat teoritis dalam penelitian ini terdapat
juga manfaat praktis, yaitu sebagai berikut :
a.
Bagi Siswa.
Meningkatkan
keterampilan berfikir dan mengembangkan daya nalar siswa serta dapat
meningkatkan motivasi belajar matematika siswa.
b.
Bagi Guru
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan bagi guru mata pelajaran
matematika dan memecahkan masalah yang timbul, dalam kegiatan proses
pembelajaran.
c.
Bagi Kepala Sekolah
Hasil
penelitian ini diharapkan sebagai acuan dalam pembinaan kepada guru matematika
untuk meningkatkan motivasi belajar matematika siswa.
d.
Bagi Peneliti
Mengembangkan wawasan mengenai penggunaan pendekatan yang tepat dalam
proses pembelajaran. Untuk mengukur sejauh mana atau seberapa besar motivasi
yang dicapai siswa dengan pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan
matematika realitik.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A.
Kajian Pustaka
1)
Belajar
a. Pengertian
Belajar
Belajar (Learning) merupakan kegiatan paling
pokok dalam mencapai perkembangan individu dan mempermudah pencapaian tujuan
institusional suatu lembaga pendidikan. (Cece Rakhmat, 2006:47). Hal ini
berarti berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu sangat
bergantung dalam proses belajar yang
dialami siswa termasuk di lingkungan
formal terkecil seperti ruang kelas di sekolah.
Berkaitan dengan pendefinisian belajar, dikalangan ahli
psikologi terdapat keragaman baik dalam cara menjelaskan maupun
mendefinisikannya. Berikut beberapa pendapat para ahli tersebut. (a).
Witherington (1950) mengemukakan belajar sebagai sebuah perubahan kepribadian
yang dimanifestasikan kepada suatu pola respon individu yang mungkin berupa
keterampilan, sikap atau peningkatan
pemahaman atas sesuatu; (b). Cronbach (1954) mengatakan belajar merupakan
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman; (c). Crow dan Crow (1958)
merumuskan pengertian belajar sebagai perolehan kebiasaan-kebiasaan,
pengetahuan dan sikap. Hal tersebut termasuk cara-cara lain untuk melakukan
suatu usaha penyesuaian diri terhadap situasi yang baru; (d). Skinner (1968)
mengatakan belajar ialah proses adaptasi tingkah laku secara progresif; (e).
Hilgard dan Brower (1975) mengemukakan belajar berhubungan dengan perubahan
tingkah laku seseorang terhadap suatu situasi tertentu yang disebabkan oleh
pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu; perubahan tingkah laku itu
tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan
atau keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat dan
sebagainya); (f). Gagne (1977) menyatakan bahwa belajar terjadi apabila suatu
stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga
perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu
sesudah ia mengalami situasi tadi. (Cece Rakhmat, 2006:48).
Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah “perubahan” yang terjadi di dalam diri seseorang setelah melakukan suatu aktivitas tertentu. Belajar
merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi,
keterampilan, dan sikap. Belajar dimulai sejak manusia lahir sampai akhir
hayat. Kemampuan manusia untuk belajar merupakan karakteristik penting yang
membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Belajar akan memberikan manfaat
kepada individu yang bersangkutan dan masyarakat. Setiap individu akan
mendapatkan manfaat belajar dari meningkatnya kualitas hidupnya. Sedangkan bagi masyarakat, belajar
mempunyai peran penting dalam mentransmisikan budaya dan pengetahuan dari
generasi ke generasi.
Dalam belajar yang terpening adalah proses bukan
hasil yang diperolehnya. Artinya, belajar harus diperoleh dengan usaha sendiri (Pupuh
Fathurrahman dan Sobri Sutikno, 2007:6). Belajar merupakan tindakan siswa dan
prilaku yang kompleks. Siswa adalah penentu terjadinya tindakan terjdinya
proses balajar. Poses balajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada
di lingkungan sekitar. (Dimyati dan Mudjiono, 2002:7).
Disamping definisi-definisi tersebut, ada berapa
pengertian lain dan cukup banyak, baik dilihat secara mikro maupun secara
makro, dilihat dalam arti luas maupun terbatas /khusus. Dalam pengertian luas
belajar dapat diartikan sebagai kegiatan psiko-fisik menuju keperkembangan
pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai
usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan
menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya. Relevan dengan ini, ada pengertian
bahwa belajar adalah “penambahan pengetahuan”. Definisi atau konsep ini dalam praktiknya banyak dianut oleh
sekolah-sekolah. Selanjutnya, ada yang mendefisikan: “belajar adalah berubah”.
David
Ausable mengemukakan teori belajar bermakna
(meaningful learning). Belajar
bermakna adalah proses mengaitkan dalam
informasi baru dengan
konsep-konsep yang relevan
dan terdapat dalam struktur
kognitif seseorang. Selanjutnya dikatakan bahwa pembelajaran
dapat menimbulkan belajar bermakna jika memenuhi prasayasat, yaitu:
1. Materi yang
akan dipelajari melaksanakan belajar
bermakna secara potensial
2. Anak yang belajar bertujuan melaksanakan belajar bermakna.
Sedangkan pengertian belajar menurut Gagne dalam bukunya
The Conditions of Learning 1977, belajar merupakan sejenis perubahan
yang diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku, yang keadaaannya berbeda dari
sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan
yang serupa itu. ( Cece Rakhmat, 2006:48)
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa belajar berarti usaha mengubah tingkah laku. Jadi, belajar
akan membawa suatu perubahan pada individu-induvidu yang belajar. Proses belajar
pada prinsipnya bertumpu pada struktur kognitif, yakni penataan fakta, konsep
serta prinsip-prinsip, sehingga membentuk satu kesatuan yang memiliki makna
bagi subyek didik.
b. Ciri-ciri
Prilaku Belajar
Menurut Cece Rakhmat (2006:48) tingkah laku yang dikategorikan
sebagai perilaku belajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1)
Perubahan tingkah laku terjadi secara sadar. Suatu
prilaku digolongkan sebagai aktivitas belajar apabila pelaku menyadari terjadinya perubahan
tersebut atau sekurang-kurangnya merasakan adanya suatu perubahan dalam dirinya
misalnya mnyadari pengetahuiannya semakin bertambah.
2)
Perubahan bersifat kontinu dan fungsional. Sebagai
hasil belajar, perubahan yang terjadi nmpada diri seseorang terjadi secara
berkesinambungan dan tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyababkan
perubahan berikutnya dan selanjutnya akan berguna bagi kehidupan atau bagi
proses belajar berikutnya.
3)
Perubahan bersipat positif dan aktif. Perubahan tingkah
laku merupakan proses dari hasil belajar apabila perubahan-perubahan itu
bersifat positif dan aktif. Dikatakan positif apabila perilaku senantiasa
bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya.
4)
Perubahan bersifat permanen atau tetap. Perubahan yng
terjadi karena belajar bersifat menetap atau permnen.
5)
Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah.
Perubahan tingkah laku dalam belajar mensyaratkan adanya tujuan yang akan
dicapai oleh pelaku belajar dan terarah kepada perubahan tingkah laku yang
benar-benar disadai.
6)
Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Perubahan
yang diperoleh seseorang setelah melalui poses belajar meliputi perubahan
keseluruhan tingkah laku.
2)
Realistic Mathematics Education (RME)
a. Pengertian Realistic Mathematics
Education (RME)
Pendidikan matematika realistik atau Realistic
Mathematics Education (RME) diketahui sebagai pendekatan yang telah
berhasil di Nederlands. Ada suatu hasil yang menjanjikan dari penelitian
kuantitatif yang telah ditunjukkan bahwa siswa yang memperoleh pembelajaran
dengan RME mempunyai skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan pendekatan tradisional dalam hal keterampilan
berhitung, lebih khusus lagi dalam aplikasi (Becker dan Selter, 1996). Gagasan
pendekatan pembelajaran matematika dengan realistik ini tidak hanya populer di
negeri Belanda saja, melainkan banyak mempengaruhi kerja pendidik matematika di
berbagai belahan dunia.
Realistic Mathematic Education (RME) merupakan model
pembelajaran matematika di sekolah yang bertitik tolak dari hal-hal yang real
bagi kehidupan siswa. Realistic Mathematic Education menekankan pada
keterampilan berdiskusi, berkolaborasi, berargumentasi dan menarik kesimpulan.
Jadi model pembelajaran Realistic Mathematic Education adalah model
pembelajaran yang dilaksanakan melalui proses belajar mandiri.
Menurut Irzani (2009:27) Realistic Mathematic
Education (RME) yang dalam makna Indonesia berarti Pendidikan Matematika
Realistik (PMR) dikembangkan berdasarkan pemikiran Hans Freudenthal yang
mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika
merupakan aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus dekat dengan anak dan
relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Matematika sebagai aktivitas
manusia berarti manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide
dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa. Upaya ini dilakukan
melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan “realistik”.
Realistik dalam hal ini dimaksudkan tidak mengacu pada realitas tetapi pada
sesuatu yang dapat dibayangkan oleh siswa. Prinsip penemuan kembali dapat diinspirasi
oleh prosedur-prosedur pemecahan informal,sedangkan proses penemuan kembali menggunakan konsep
matematisasi.
Pembelajaran matematika realistik atau Realistic
Mathematics Education (RME) adalah sebuah pendekatan pembelajaran
matematika yang dikembangkan Freudenthal di Belanda. Gravemeijer (1994: 82)
dimana menjelaskan bahwa yang dapat digolongkan sebagai aktivitas tersebut
meliputi aktivitas pemecahan masalah, mencari masalah dan mengorganisasi pokok
persoalan. Matematika realistik yang dimaksudkan dalam hal ini adalah
matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menemaptkan realitas dan pengalaman
siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistik digunakan
sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal (Irzani, 2009:27).
Realistic Mathematics Education adalah
pendekatan pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang ‘real‘
bagi siswa, menekankan keterampilan ‘proses of doing mathematics’,
berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga
mereka dapat menemukan sendiri (‘student inventing‘ sebagai kebalikan
dari ‘teacher telling’) dan pada akhirnya menggunakan matematika itu
untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Pada
pendekatan ini peran guru tak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau
evaluator sementara siswa berfikir, mengkomunikasikan, melatih nuansa demokrasi
dengan menghargai pendapat orang lain. (Wina Sanjaya, 2006:264).
Karakteristik RME menggunakan: konteks “dunia nyata”,
model-model, produksi dan kontruksi siswa, interaktif dan keterkaitan.
Pembelajaran matematika realistik diawali dengan masalah-masalah yang nyata,
sehingga siswa dapat menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung. Dengan
pembelajaran matematika realistik siswa dapat mengembangkan konsep yang lebih
komplit. Kemudian siswa juga dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke
bidang baru dan dunia nyata.(http://www.masbied.com/search/pengertian-realistic-mathematics-education-rme
)
b. Prinsip-perinsip Dasar RME
Dalam pembelajaran realistik konstektual ada dua prinsip yang
diutarakan yaitu pertama prisip utama dan kedua prinsip pembelajaran.
Dalam prinsip utama dirinci sebagai berikut: a) matematika sebagai aktifitas manusia, b) materi matematika tidak dapat diajarkan tetapi dibelajarkan, c) belajar dimulai dengan soal kehidupan sehari-hari yang meliputi nyata siswa, diketahui siswa dan mendukung konsep matematika. Sedangkan yang kedua prinsip pembelajarannya adalah a) belajar secara maju dan penemuan terbimbing, c) fenomena terbimbing dan d) pemodelan. Pada prinsipnya dalam pembelajaran matematika realistik seorang siswa didorong untuk memahami sesuatu. Sesuatu itu dapat berupa faktaatau relasi matematika yang masih baru bagi siswa misalnya pola, sifat-sifat rumus tertentu. (http://www.masbied.com/search/pengertian-realistic-mathematics-education-rme ).
diutarakan yaitu pertama prisip utama dan kedua prinsip pembelajaran.
Dalam prinsip utama dirinci sebagai berikut: a) matematika sebagai aktifitas manusia, b) materi matematika tidak dapat diajarkan tetapi dibelajarkan, c) belajar dimulai dengan soal kehidupan sehari-hari yang meliputi nyata siswa, diketahui siswa dan mendukung konsep matematika. Sedangkan yang kedua prinsip pembelajarannya adalah a) belajar secara maju dan penemuan terbimbing, c) fenomena terbimbing dan d) pemodelan. Pada prinsipnya dalam pembelajaran matematika realistik seorang siswa didorong untuk memahami sesuatu. Sesuatu itu dapat berupa faktaatau relasi matematika yang masih baru bagi siswa misalnya pola, sifat-sifat rumus tertentu. (http://www.masbied.com/search/pengertian-realistic-mathematics-education-rme ).
Berdasarkan matematisasi horisontal dan vertikal pendekatan dalam pendidikan
matematika dibedakan menjadi empat jenis diantaranya adalah :
1)
Mekanistik,
merupakan pendekatan tradisional dan didasarkan pada apa yang diketahui dari
pengalaman sendiri (diawali dari yang sederhana ke yang lebih konpleks). Dalam
pendekatan ini manusia dianggap sebagai mesin.
2)
Emperistik,
adalah suatu pendekatan dimana konsep matematika tidak diajarkan, dan
diharapkan siswa dapat menemukan melalui matematisasi horizontal, dalam artian
peserta didik dengan pengetahuan yang dimilikinya mampu mengorganisasikan atau
mengaitkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari dengan menjadikan
simbol-simbol matematika atau dengan pengalamannya sehari-hari.
3)
Strukturalistik,
pendekatan yang menggunakan sistem formal, pendekatan yang mempunyai
susunan-susunan serta kerangka untuk memberikan gambaran-gambaran terhadap
siswa agar mudah dipahami, misalnya pengajaran penjumlahan cara panjang perlu
didahului dengan nilai tempat, sehingga suatu konsep dicapai melalui
matematisasi vertikal.
4)
Realistik,
pendekatan yang menggunakan masalah realistik atau situasi dunia nyata sebagai
pangkal tolak pembelajaran melalui aktivitas matematisasi horisontal
dan Vertikal diharapkan siswa dapat menemukan dan mengkonstruksi konsep-konsep
matematika. (Irzani, 2009:27).
c. Karakteristik RME
Karakteristik
RME adalah menggunakan konteks “dunia nyata”, model-model, produksi dan
konstruksi siswa, interaktif dan keterkaitan (intertwinment) (Irzani,
2009:28) dan dijelaskan sebagai berikut :
1.
Menggunakan
konteks “dunia nyata
Melalui
abstraksi dan formalisasi siswa akan mengembangkan konsep yang lebih komplit.
Kemudian siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru
dari dunia nyata (applied mathematization). Oleh karena itu, untuk
menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari perlu
diperhatikan matematisi pengalaman sehari-hari (mathematization of everyday
experience) dan penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari (Irzani,
2009:29).
2.
Menggunakan
Model-model (Matematisasi)
Istilah
model berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang dikembangkan oleh
siswa sendiri (self developed models). Peran self developed models merupakan
jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi abstrak atau dari matematika
informal ke matematika formal. Artinya siswa membuat model sendiri dalam
menyelesaikan masalah. Pertama adalah model situasi yang dekat dengan dunia
nyata siswa. Generalisasi dan formalisasi model-model tersebut akan berubah
menjadi model-of masalah tersebut. Melalui penalaran matematik model-of akan
bergeser menjadi model-for masalah sejenis. Pada akhirnya, akan menjadi model
matematika formal.
3.
Menggunakan
Produksi dan Konstrusi
Streefland
(1991) menekankan bahwa Dengan pembuatan “produksi bebas” siswa terdorong untuk
melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar.
Strategi-strategi informal siswa yang berupa prosedur pemecahan masalah
kontekstual merupakan sumber inspirasi dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut
yaitu untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika formal.
4.
Menggunakan
Interktif
Interaksi
antar siswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam RME. Secara eksplisit
bentuk-bentuk interaksi yang berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak
setuju, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari
bentuk-bentuk informal siswa.
5.
Menggunakan
keterkaitan (Intertwinment)
Dalam RME
pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial. Jika dalam pembelajaran
kita mengabaikan keterkaitan dalam bidang yang lain, maka akan berpengaruh pada
pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan matematika, biasanya diperlukan
penetahuan yang lebih kompleks, dan tidak hanya aritmatika,aljabar atau
geometri tetapi juga bidang yang lain.
Menurut Irwan
Hadi (Irzani, 2009:27), pengajaran
matematika dengan pendekatan realistik meliputi aspek-aspek berikut :
1.
Pendahuluan
l Memulai
pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang ‘riil’ bagi siswa sesuai dengan
pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam
pelajaran secara bermakna.
l Permasalahan
yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
dalam pelajaran tersebut.
2.
Pengembangan
l Siswa
mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap
masalah atau persoalan yang diajukan.
l Pengajaran
berlangsung secara interaktif: siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap
jawaban yang diberikan, memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap
jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian
yang lain.
3.
Penutup/Penerapan
Melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang
ditempuh atau terhadap hasil pelajaran.
d. Kelebihan dan kekurangan pembelajaran RME
Tidak ada suatu metode yang
baik untuk mencapai setiap tujuan dalam setiap situasi, setiap metode mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Dengan demikian guru perlu mengetahui kapan metode
tepat digunakan dan kapan digunakan kombinasi dari metode-metode yang ada, guru
hendaknya memilih metode yang tepat untuk dipergunakan dalam proses belajar
mengajar guna memperoleh tujuan yang pasti.
Adapun kelebihan dan
kekurangan metode RME (Irzani, 2009:32).adalah :
1)
Kelebihan
pembelajaran RME.
a. Memperkuat daya ingat siswa karena siswa
sendiri yang membangun pengetahuannya.
b. Mampu meningkatkan keaktifan siswa dan
meningkatkan keberanian karena harus menjelaskan sendiri jawabannya.
c. Suasana dalam proses pembelajaran
menyenangkan karena menggunakan realitas kehidupan, sehingga siswa tidak cepat
bosan untuk belajar matematika.
d. Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka
karena setiap jawabannya mempunyai nilai.
e. Memupuk kerja sama dalam kelompok.
f. Melatih siswa terbiasa berfikir dan
mengemukakan pendapatnya.
2)
Kekurangan
pembelajaran RME.
a. Metode/pembelajaran ini memakan waktu yang
cukup banyak.
b. Dapat menghambat cara berpikir siswa
karena kebiasaannya menerima imformasi terlebih dahulu dari guru sehingga siswa
masih kesulitan menemukan sendiri jawabannya.
c. Menimbulkan kejanggalan pada siswa yang
pandai karena kadang-kadang tidak sabar menanti temannya yang belum selesai.
d. Membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan
situasi pembelajaran saat itu.
e. Belum ada pedoman penilaian, sehingga guru
merasa kesulitan dalam evaluasi/memberi nilai.
Mengetahui kelemahan
pembelajaran RME ini tidak berarti mempersalahkan pembelajaran matematika
dimasa lampau. Tetapi paparan tersebut dapat menjadi titik tolak untuk
mengambil tindakan positif sebagai upaya memberikan antisipasi berupa tindakan
kongkrit bertahap yang harus ditempuh selama pelaksanaan pembelajaran dikelas.
3)
Motivasi
Motivasi adalah gerak yakni gerakan yang dilakukan oleh
manusia atau disebut juga perbuatan atau tingkah laku.( Cece Rahmat, 2006:214).
Motivasi adalah sebuah alasan atau dorongan seseorang untuk
bertindak. Orang yang tidak mau bertindak sering kali disebut tidak memiliki
motivasi. Alasan atau dorongan itu bisa datang dari luar maupun dari dalam
diri. Sebenarnya pada dasarnya semua motivasi itu datang dari dalam diri,
faktor luar hanyalah pemicu munculnya motivasi tersebut. Motivasi dari luar
adalah motivasi yang pemicunya datang dari luar diri kita. Sementara meotivasi
dari dalam ialah motivasinya muncul dari inisiatif diri kita.
Pada dasarnya motivasi itu hanya dua, yaitu untuk meraih
kenikmatan atau menghindari dari rasa sakit atau kesulitan. Uang bisa menjadi
motivasi kenikmatan maupun motivasi menghindari rasa sakit. Jika kita
memikirkan uang supaya kita tidak hidup sengsara, maka disini alasan seseorang
mencari uang untuk menghindari rasa sakit. Sebaliknya ada orang yang mengejar
uang karena ingin menikmati hidup, maka uang sebagai alasan seseorang untuk
meraih kenikmatan. (http://www.squidoo.com/definisi-motivasi)
Motivasi atau motif atau kebutuhan atau desakan atau
keinginan atau dorongan adalah kata yang sering digunakan untuk menyebut kata
motivasi. Adapun sebetulnya asal kata motivasi adalah movere dari bahasa
Latin yang sama dengan to move dalam bahasa Inggris yang berarti menggerakkan
atau mendorong. Berdasarkan asal kata tersebut ada yang mendefinisikan motivasi
sebagai keadaan dalam pribadi seseorang
yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan tertentu guna
mencapai suatu tujuan. Motivasi
merupakan semua kekuatan yang ada dalam diri seseorang yang memberi daya,
memberi arah dan memelihara tingkah laku.
Menurut Mc.Donald (Sadirman, 2005:73-74), motivasi adalah
perubahan energi alam diri seeorang yang ditandai dengan munculnya “feeling”
dan didhului dengan tanggpan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang
dikemukakan Mc.Donald ini mengandung tiga elemen penting yitu sebagai berikut :
1.
bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan
energi pada setiap individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa
perubahan energindi dalam sistem “neurohysiological” yang ada pada organisme
manusia. Karena menyangkut perubahan energi manusia (walaupun motivasi itu
muncul dari dalam diri manusia), penampakannya akan menyangkut kegiatan fisik
manusia.
2.
motivasi ditandai dengan munculnya, rasa/”feeleng”,
afeksi seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan
kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia.
3.
Motivasi akan diransang karena adanya tujuan. Jadi,
motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respons dari suatu aksi, yakni
tujuan. Motivasi memang muncul dari dalam diri manusia, tetapi kemunculannya
karena teransang/terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan.
Tujuan ini akan menyangkut soal kebutuhan.
Dengan ketiga elemen di atas, maka dapat dikatakan bahwa
motivasi itu sebagai sesuatu yang kompleks. Motivasi akan menyebabkan
terjadinya perubahan energi yang ada pada diri manusia, sehingga akan bergayut
dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan juga emosi, untuk kemudian
bertindak dan melakukan sesuatu.
Ada tiga komponen utama dalam motivasi yaitu (i) kebutuhan,
(ii) dorongan, dan (iii) tujuan. Kebutuhan terjadi bila individu meras ada
ketidakseimbangan antara apa yang ai miliki dan yang ia harapkan. Dorongan
merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi
harapan. Dorongan merupakan kekuatan mental yang beroientasi pada pemenuhan
harapan atau pencapaian tujuan. Dorongan yang berorientasi pada tujuan tersebut
merupakan inti motivasi. Tujuan adalah
hal yng ingin dicapai oleh seorang individu. Tujuan tersebut mengarahkan
perilaku dalam hal ini perilaku belajar. (Dimyati dan Mudjiono,2002:81).
Maslow seperti yang dikutip oleh Siagan mengemukakan bahwa
motivasi adalah dorongan di
dalam batin seseorang untuk mencapai tujuan yang timbul dari kebutuhan yang
tersusun secara hirarkis, yang mendorong manusia untuk berusaha, yaitu : (1)
kebutuhan fsikologis yaitu, kebutuhan untuk mempertahankan hidup atau kebutuhan
pokok manusia seperti sandang, pangan, dan papan, (2) kebutuhan rasa aman, (3)
kebutuhan sosial yang menjadi kebutuhan kan perasan diterima atau diakui, (4)
kebutuhan akan harga diri, (5) kebutuhan aktualisasi diri.
4)
Pembelajaran Matematika
Matematika berasal dari bahasa latin Manthanein atau Mathema
yang berarti belajar atau hal yang dipeserta didik. Matematika dalam bahasa
Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan
penalaran. Menurut Gravemeijer (http://zainurie.wordpress.com//2007/04/13-pembelajaran-matematika-realistik-rme/).
Matematika sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus diberikan kesempatan
untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang
dewasa. Ciri utama Matematika adalah
penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh
sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep
atau pernyataan dalam Matematika bersifat konsisten.
Pembelajaran Matematika adalah suatu proses atau kerja guru
mata peserta didikan Matematika dalam mengajarkan Matematika kepada para
peserta didiknya. Pembelajaran Matematika menurut pandangan konstruktivis
adalah memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengonstruksi
konsep-konsep/prinsip-prinsip Matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses
internalisasi.
Menurut Davis (dalam http://zainurie. wordpress. com /2007
/04/13 /Pembelajaran–Matematika–relistik–rme/) pandangan konstruktivis dalam
pembelajaran Matematika berorientasi pada empat hal yaitu : (1) pengetahuan
dibangun dalam pikiran melalui proses asimilasi atau akomodasi, (2) dalam
pengerjaan Matematika, setiap langkah peserta didik dihadapkan kepada apa, (3)
informasi baru harus dikaitkan dengan pengalamannya tentang dunia melalui suatu
kerangka logis yang mentransformasikan, mengorganisasikan, dan
menginterpretasikan pengalamannya, dan (4) pusat pembelajaran adalah bagaimana
peserta didik berpikir, bukan apa yang mereka katakan atau tulis.
B.
Penelitian yang Relevan
Penelitian yang
relevan yang mendukung penelitian ini diantaranya adalah:
1.
Hasil penelitian yang dilaksakan oleh Kadir (2005)
menyimpulkan bahwa bahwa melalui penerapan pendekatan Pembelajaran Matematika
Realistik (PMR), hasil belajar matematika siswa kelas V SD Negeri 3 Poasia Kota
Kendari dapat ditingkatkan. Dan hasil penelitiannya juga tergambar adanya
peningkatan motivasi belajar siswa setelah siswa diajar dengan menggunakan
pendekatan RME.
2.
Hasi penelitian yang dilakukan oleh Ari Munarsih (2008)
menyimpulkan bahwa pembelajaran matematika yang menerapkan pendekatan realistic
mathematic education (RME) dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar
matematika siswa sebagai upaya dalam meningkatkan pemahaman konsep relasi dan
fungsi. Dalam hasil penelitiannya terdapat peningkatan motivasi belajar dan
hasil belajar matematika siswa setelah menggunakan pendekatan RME.
3.
Penelitian yang
dilakukan oleh Handoko tahun 2007, yang menyatakan bahwa proses pembelajaran matematika
melalui Pendekatan
Realistik sebagai upaya pemahaman konsep
bangun-bangun ruang pada
dasarnya dapat meningkatkan
motivasi dan prestasi siswa dalam belajar matematika.
C.
Kerangka Berpikir
Dalam proses belajar mengajar tujuan pembelajaran
merupakan salah satu komponen yang penting. Tujuan yang ingin dicapai dalam
proses tersebut meliputi aspek-aspek kognitif, afektif, psikomotor. Untuk
mencapai tujuan yang diinginkan dalam suatu proses belajar mengajar yang
efektif dan efesien, maka seorang guru biasanya akan memilih metode dan media
dan pendekatan pembelajaran yang secara nalar diperkirakan tepat untuk
menyampaikan suatu topik yang sedang dibahas.
Mengingat matematika merupakan suatu mata pelajaran
yang lebih
banyak berhubungan dengan pengamatan maupun pengalaman langsung maka
sangat dibutuhkan adanya metode atau pendekatan yang sesuai dengan
karakteristik matematika tersebut. Untuk itu pendekatan matematika realistik pantas direkomendasikan dalam pengajaran matematika. Hal ini disebabkan karena pendekatan matematika realistik merupakan pendekatan pembelajaran yang mengarahkan siswanya untuk secara langsung mengalami pengalamannya sendiri. Pendekatan matematika realistik melibatkan siswa atau menggunakan alam sekitar dan benda-benda nyata sehingga mereka dapat berdiskusi dan berkolaborasi, beragumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri dan akhirnya menggunakan matematika untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok.
banyak berhubungan dengan pengamatan maupun pengalaman langsung maka
sangat dibutuhkan adanya metode atau pendekatan yang sesuai dengan
karakteristik matematika tersebut. Untuk itu pendekatan matematika realistik pantas direkomendasikan dalam pengajaran matematika. Hal ini disebabkan karena pendekatan matematika realistik merupakan pendekatan pembelajaran yang mengarahkan siswanya untuk secara langsung mengalami pengalamannya sendiri. Pendekatan matematika realistik melibatkan siswa atau menggunakan alam sekitar dan benda-benda nyata sehingga mereka dapat berdiskusi dan berkolaborasi, beragumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri dan akhirnya menggunakan matematika untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok.
Selama ini matematika masih dianggap sebagai salah
satu mata pelajaran
yang sukar sehingga motivasi siswa untuk belajar matematika
masih rendah. Dengan menggunakan pendekatan matematika realistik yang
mengaitkan pelajaran matematika dengan lingkungan sekitar siswa dan dengan
menggunakan benda-benda yang nyata adalah salah satu solusi untuk
meningkatkan motivasi belajar matematika siswa kelas XI MA NW Keruak. Untuk itu, dengan menggunakan pendekatan matematika realisrik diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar matematika siswa dalam mata pelajaran sehingga motivasi belajar matematika siswa dapat meningkat.
yang sukar sehingga motivasi siswa untuk belajar matematika
masih rendah. Dengan menggunakan pendekatan matematika realistik yang
mengaitkan pelajaran matematika dengan lingkungan sekitar siswa dan dengan
menggunakan benda-benda yang nyata adalah salah satu solusi untuk
meningkatkan motivasi belajar matematika siswa kelas XI MA NW Keruak. Untuk itu, dengan menggunakan pendekatan matematika realisrik diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar matematika siswa dalam mata pelajaran sehingga motivasi belajar matematika siswa dapat meningkat.
D.
Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas
maka dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut: “Penerapan model pembelajaran matematika realistik
(RME) efektif terhadap motivasi belajar matematika siswa di MA NW Keruak tahun pelajaran
2011/2012”.
BAB
III
METODE PENELITIAN
A. Tempat
dan Waktu Penelitian
Penelitian
ini telah dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan Februari 2012 di MA NW Keruak.
B. Desain
Penelitian
- Jenis penelitian
Jenis penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksprimen, yaitu suatu metode
yang digunakan apabila gejala yang diteliti sengaja diadakan atau penelitian
yang melihat dan meneliti adanya akibat setelah subyek dikenai perlakuan pada
variabel bebasnya (Subana, 2001: 39). Data yang diperoleh kemudian diolah,
ditafsirkan dan disimpulkan.
Penelitian ini termasuk dalam penelitian Quasi
eksperimental adalah merupakan penelitian
eksperimen yang memiliki perlakuan (treatment), pengukuran-pengukuran dampak (outcome measures), dan unit-unit
eksperimen (expermental
unit) namun tidak menggunakan pengambilan data secara acak (random assigment) dalam penentuan kelompok
untuk menyimpulkan adanya perubahan akibat perlakuan.
- Rancanngan penelitian
Karena penelitian ini untuk mengetahui efektivitas suatu
perlakuan secara sengaja maka objek penelitian dibedakan menjadi dua kelompok
yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Dalam penelitian ini desain
yang digunakan adalah post-test group desaign dari model solomon (Suharsimi
Arikunto 2006: 85).
Tabel 0.1
Kelompok
|
Perlakuan
|
Post-test
|
KE
|
Menggunakan RME
|
K-2
|
KK
|
Metode ekspositori
|
K-2
|
Keterangan :
KE :
Kelompok eksperimen
KK :
Kelompok kontrol
K-2 :
Post-test
- Populasi dan Sampel
Populasi adalah
keseluruhan subyek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen
yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian
populasi (Suharsimi Arikunto, 2006: 130). Pendapat lain dikemukaakan oleh (Sugiyono, 2010.61)” Populasi adalah
wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/suyjek yang mempunyai kualitas
dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya”. Sedangkan sampel bagian dari jumlah dan
karakristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.
Untuk menentukan
jumlah sampel yang harus diambil dari suatu populasi peneliti menggunakan
kriteria, apabila subyeknya kurang dari 100 maka semua subyek diambil,
populasi sehingga penelitian tersebut
merupakan penelitian populasi. Tapi jika jumlah subyeknya besar atau lebih dari
100, maka dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih (Suharsimi
Arikunto, 2006:134).
Penelitian
ini mengambil seluruh populasi menjadi sampel penelitian sehingga semua
populasi menjadi subyek dalam penelitian ini. Populasi penelitian dalam
penelitian ini adalah siswa kelas XI MA NW Keruak.
D. Definisi
Operasional
a.
Realistik
Mathematics Education (RME)
Pendekatan Realistik Mathematics Education
Indonesia (RME) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dari suatu
masalah kontekstual yang pada akhirnya memunculkan konsep matematika yang
dipelajari dan diinginkan dengan menggunakan prinsip guidfreinvention dimana peserta didik secara efektif dan efisien
dari suatu level berpikir kelevel berikutnya melalui matematisasi.
b.
Motivasi
Belajar Matematika
Motivasi belajar matematika adalah dorongan dari dalam
diri siswa Kelas XI MA NW Keruak secara aktif melakukan kegiatan belajar
matematika. Tingkat motivasi ini ditujukan
oleh skor pengisian angket motivasi yang diperoleh oleh subjek penelitian motivasi belajar.
E. Tekhnik
Pengumpulan Data
1.
Instrument
penelitian
Instrument penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam
maupun sosial
yang diamati (sugiono, 2010:102)
Intrumen penelitian adalah alat pada waktu penelitian menggunakan suatu metode
(Suharsimi Arikunto, 2006: 149). Intrument
yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu:
1)
Instrument
pelaksanaan pembelajaran yang terdiri dari: Silabus dan RPP
2)
Instrument
pengumpulan data
Instrument pengumpulan data yang digunakan adalah:
a.
Angket
(Questionnaire)
Untuk
mengetahui motivasi belajar matematika siswa dengan menggunakan model
pembelajaran matematika realistik (RME) digunakan angket, dimana Angket
atau kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Suharsimi Arikanto, 2008: 151 ).
(Sugiyono, 2010: 142) menyatakan bahwa pengumpulan data dengan angket atau kuisioner
merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya. Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan angket atau kuisioner dalam bentuk
tertutup, , Skala pengukuran yang digunakan adalah model skala Likert
dengan empat alternatif jawaban. Penyekoran keempat
alternatif jawaban tersebut berkisar antara 1 sampai dengan 4 disesuaikan
dengan pernyataan yang disajikan.
Angket
ini diberikan kepada responden yang berisi 20 pertanyaan, setiap pertanyaan
memiliki 4 alternatif
jawaban.
2.
Uji Coba Instrumen
a.
Validitas
Scarvia B.
Anderson mengemukakan ” A test is valid
if measure what it purpuse to measure ”. Yang artinya sebuah tes dikatakan
valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur (Suharsimi Arikunto,
2001:65).
Berdasarkan
pengertian diatas, maka validitas berarti ketepatan suatu
instrumen untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas suatu instrumen
dapat dilihat dari beberapa segi yaiyu validitas isi, validitas konstrak,
validitas ” ada sekarang ” dan validitas predective.
Akan tetapi suatu instrumen tidak harus memenuhi semua validitas tersebut.
Instrumen dikatakan valid paling tidak harus memenuhi validitas isi dan
susunan. Validitas ini dilakukan dengan membandingkan materi instrumen dengan
analisa rasional terhadap aspek-aspek yang harus digunakan dalam penyusunan
butir-butir.
Dengan rumus
korelasi product moment dengan angka kasar:
rxy =
Keterangan:
RXY = Koefisien X terhadap Y
n = Banyak
subyek
Menurut Arikunto (2001:75),
kriteria suatu validitas suatu soal dapat dijelaskan pada tabel berikut ini.
Tabel 3.2
Kriteria Validitas
Instrumen
Interval validitas
|
Kategori
|
Antaa 0,80 – 1,00
|
Sangat valid
|
Antara 0,60 – 0,80
|
Valid
|
Antara 0,40 – 0,60
|
Cukup
|
Antara 0,20 – 0,40
|
Rendah
|
Antara 0,00 –
0,20
|
Sangat rendah
|
Selain itu suatu soal dikatakan valid apabila nilai rxy lebih besar dari r table
(rxy > r.tab ). Jika jumlah peserta
tes adalah 25 orang maka r.tab
adalah 0,396.
Berdasarkan hasil
uji coba yang dilakukan, diketahui instrumen memiliki tingkat validitas yang
berbeda yaitu ada yang memiliki tingkat validitas baik dan cukup. Untuk tingkat
validitas baik adalah item nomer 1,3,9,15,dan 16.Untuk tingkat validitas cukup
adalah item nomer 2,4,5,8,10,11,12,13,14,18 dan 20.
b. Realibitas
Sehububungan
dengan realibilitas ini, Scarvia B. Anderson dan kawan-kawan menyatakan bahwa
persyaratan bagi tes, yaitu validitas dan realibilitas. Dalam hal ini validitas
lebih penting dan realibilitas ini perlu, karena menyokong terbentuknya validitas.
Sebuah tes mungkin reliabel tetapi tidak valid. Sebaiknya sebuah tes yang valid
biasanya realibel (Suharsimi Arikunto, 2001: 87).
Uji reliabilitas
dilakukan setelah diperoleh hasil akhir dari seleksi untuk kedua variabel.
Pengujian realibilitas instrumen dilakukan dengan Rumus Alpa.
Rumus Alpa
yang dimaksud adalah sebagai berikut:
r11 =
(Suharsimi Arikunto, 2001: 109)
Keterangan:
r11 =
realibilitas instrumen
n =
banyaknya soal
= jumlah varians butir soal
= varians total
Tabel 02 Kriteria reliabilitas
0,00 < r11 < 0,19
|
:
|
Sangat rendah
|
0,20 < r11 < 0,38
|
:
|
Rendah
|
0,39 < r11 < 0,58
|
:
|
Cukup
|
0,59 < r11 < 0,78
|
:
|
Tinggi
|
0,79 < r11 < 1,00
|
:
|
Sangat tinggi
|
(Suharsimi
Arikunto, 1998: 193)
Bedasarkan
hasil uji coba yang dilakukan, dengan menggunakan rumus Alpa, sehingga
diperoleh r-hit = 0,741 dan nilai r-tab dengan N = 25 sebesar 0.396, karena
r-hit > r-tab maka instrumen dikatakan reliable.
- Tekhnik Analisis Data
Agar memperoleh gambaran yang jelas
mengenai data pada masing-masing variabel dan menguji hipotesis penelitian,
terlebih dahulu dilakukan analisis data sebagai berikut:
1.
Teknik Deskripsi Data
Data yang diperoleh
dideskripsikan menggunakan rumus statistik. Statistik deskiptif ini meliputi
penentuan skor maksimal ideal (Smi), rata-rata ideal (Mi), dan simpangan baku
atau standar deviasi (Sdi). Angka-angka M dan SD diperoleh dengan cara : ” Mean
(M)=1/2 x (skor maksimal ideal + skor minimal ideal), standar deviasi (SD)= 1/6
x (skor maksimal – skor minimal ideal) ” .
Berdasarkan harga Mi dan SDi maka dibuat
tabel konversi untuk pengkategorian masing-masing variabel sebagai berikut :
Mi + 1SDi sampai Mi + 3SDi = Tinggi
Mi - 1SDi sampai < Mi + 1SDi = Sedang
Mi - 3SDi sampai < Mi - 1SDi = Rendah
(Suharsimi
Arikunto, 2001:40).
2.
Teknik Uji Persyaratan Analisis
Teknik analisa
data yang digunakan untuk menjadi hipotesis yang telah diajukan adalah teknik
analisa statistik uji-t. Penggunaan statistik uji-t memerlukan uji persyaratan
analisis sebelumnya. Untuk penggunaan statistik uji-t persyaratan analisis yang
harus dipenuhi dalam penelitian ini adalah meliputi uji normalitas data dan
homogenitas data.
a. Uji
Normalitas Data
Uji normalitas
adalah suatu uji atau cara untuk mengetahui apakah data yang kita peroleh sudah
normal atau belum dan juga untuk mengetahui apakah variabel yang diteliti itu
terdapat pengaruh yang signifikan atau tidak, maka rumus yang digunakan adalah
Chi-kuadrat (X2).
Keterangan
:
fo
= frekuensi yang terjadi
fh
= frekuensi harapan
Kriteria pengujian normalitas data Mi
adalah :
-
data berdistribusi normal jika
hitung <
tabel
- data
tidak berdistribusi normal jika
hit >
tabel
(Suharsimi Arikunto, 2001: 259).
Jika
hit
<
tabel maka data dikatakan berdistribusi normal pada
taraf sidnifikan 5% atau tarap uji 95% dan dk = k – 2
b.
Uji Homoginitas Data
Untuk mendapatkan
hasil penelitian yang lebih baik maka analisa homogenitas data penting
dilakukan pengkajian homogenitas ini memakai rumus yaitu uji Barleth :
=(ln 10) {
- ∑ (ni-1) log s
}
Keterangan :
= Satuan Barleth
S = Standar deviasi total
ni = Ukuran sampel
Dimana
= (log s
) ∑ (ni-1)
(Nana Sudjana, 1987
: 263)
Dengan demikian jika
<
maka data tersebut
homogen dengan interval 95% (0,05) dan sebaliknya maka data tidak homogen.
c.
Teknik Uji Hipotesis
Menurut
Sugiyono (2010: 86), hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara atau
kesimpulan yang diambil untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam
penelitian. Hal serupa dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (1998: 67), bahwa
“hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara
terhadap permasalahan penelitian, sampai
terbukti melalui data yang terkumpul”.
Dengan
demikian untuk menguji hipotesis yang dikemukakan pada bab sebelumnya digunakan
uji z (z-test) dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan
:
t =
Koefisien Z
= Rata-rata kelompok eksperimen
= Rata-rata kelompok kontrol
S
= Varian kelompok eksperimen
S
= Varian kelompok kontrol
n1 = Jumlah sampel kelompok
eksperimen
n2
= Jumlah sampel Kelompok control. (Yatim Riyanto, 2001:107).
Kriteria
pengujian adalah sebagai berikut : jika t-hitung lebih besar dari t-tabel
dengan taraf signifikan 1% maka Ho ditolak dan Ha diterima. Sebaliknya jika
t-hitung lebih kecil dari t-tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak.