Selasa, 12 Juni 2012

skripsi efektivitas model pembelajaran RME terhadap motivasi belajar matematika


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar dan berencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengenalan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh diri masyarakat, bangsa dan negara. (Sisdiknas,2004).
Dalam keseluruhan upaya pendidikan PBM (Proses Belajar Mengajar) merupakan aktivitas paling penting, karena melalui proses itulah tujuan pendidikan akan dicapai dalam bentuk perubahan prilaku siswa. Undang- Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Pasal 3 Tahun 2003, yaitu :
“Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Pembelajaran matematika akan menuju arah yang benar dan berhasil apabila kita mengetahui karakteristik yang dimiliki matematika. Salah satu karakteristik Matematika adalah mempunyai objek bersifat abstrak sehingga peserta didik mempersepsikan bahwa Matematika merupakan peserta didikan yang sulit dipahami dan sulit diaplikasikan dalam situasi kehidupan real, sehingga dorongan atau motivasi belajar matematika siswa tergolong rendah, begitu juga dengan  prestasi belajar matematika siswa di Sekolah masih tergolong rendah dan masih berada di bawah standar internasional dalam penguasaan Matematika.
Dari situasi tersebut, pendekatan yang diterapkan kurang bermakna dan tidak mengaplikasikan keterampilan berhitung pada situasi pemecahan masalah sehingga peserta didik menjadi bosan dan tidak menyenangi Matematika. Untuk membuat Matematika mudah difahami, guru harus bekerja keras mengajarkan Matematika pada peserta didik dengan cara yang menyenangkan dan sesuai dengan kebutuhan peserta didik, Sehingga mampu meningkatkan motivasi siswa dalam belajar Matematika. Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan yang dapat mengubah persepsi tersebut melalui model pembelajaran yang mudah diterima oleh peserta didik dan bersifat realistis artinya berhubungan erat dengan lingkungan sekitar.
Dalam meningkatkan kualitas pembelajaran Matematika dikenal berbagai macam model pembelajaran, salah satunya adalah model pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME). Pembelajaran dengan model RME merupakan model pembelajaran yang dilakukan melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan realistik. Model ini bertitik tolak dari hal-hal yang real (nyata) bagi peserta didik, menekankan keterampilan “process of doing mathematics”, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi, akhirnya


 menggunakan Matematika untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok.
Pendekatan RME dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, karena dengan menggunakan pendekatan ini, siswa akan dilatih untuk mengontruksikan pengalamannya/pengetahuan dan yang terpenting adalah menekankan konteks nyata yang dikenal murid untuk mengontruksikan pengetahuan matematika oleh murid itu sendiri dengan pelajaran yang akan dipelajari. Dengan menggunakan pendekatan semacam ini siswa akan lebih cepat memahami apa yang sedang dipelajari serta lebih termotivasi untuk belajar matematika
dan pelajaran yang diperoleh akan lebih melekat dalam ingatan siswa. Dalam
pengajarannya guru memberikan contoh-contoh yang sesuai dengan kondisi
lingkungan siswa sehingga siswa mudah menyerap pelajaran yang
disampaikan.
Berdasarkan pengamatan dan penuturan guru mata pelajaran  peserta didik Matematika di MA NW Keruak, pembelajaran Matematika di MA tersebut menggunakan model pembelajaran ceramah. Secara otomatis, hanya peserta didik yang memiliki kecenderungan untuk aktif saja yang akan maju dan berkembang sedangkan yang lain justru jenuh dan merasa bosan. Peserta didik yang belum aktif akan menerima begitu saja yang diberikan dalam penjelasan guru. Mereka tidak akan menerima penjelasan lebih lanjut, sehingga dalam penerapan kehidupan sehari-hari akan kurang dipahami dan dilaksanakan. Oleh karena itu, diperlukan strategi pembelajaran yang dapat membuat peserta didik paham akan materi yang disampaikan dan dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Dari hasil observasi awal, mengungkapkan bahwa siswa masih kurang antusias, kurang motivasi serta ketuntasan belajar belum tercapai, hal ini bisa dilihat dari nilai matematika siswa kelas XI  semester I tahun pembelajaran 2010/2011 dengan nilai rata-rata terendah 6,28. Sementara ”standar ketuntasan belajar siswa adalah minimal mendapatkan skor 55 dan suatu kelas dikatakan tuntas belajar bila telah mencapai ketuntasan klasikal 85%”.
Di samping itu, dari penjelasan guru diketahui bahwa siswa kelas XI   MA NW Keruak mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal matematika, khususnya pada pokok bahasan Peluang.
Berdasarkan hasil observasi di sekolah tersebut, khususnya di kelas XI   MA NW Keruak, penerapan model dalam setiap pembelajaran belum mampu bervariasi dan masih menggunakan metode konvensional/ceramah, dimana guru menjelaskan  suatu konsep kemudian siswa hanya duduk mendengarkan.
Oleh karena itu, guru matematika MA NW Keruak diharapkan melakukan perbaikan dalam proses belajar mengajar. Salah satunya dengan menerapkan pendekatan pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa untuk mengembangkan potensi secara maksimal. Pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru dalam pembelajaran matematika adalah pendekatan RME (Realistic Mathematics Education), karena pendekatan pembelajaran ini dapat mendorong keaktifan, membangkitkan motivasi dan kreatifitas belajar siswa.
Berdasarkan uraian di atas muncul pertanyaan dalam diri penulis, berkenaan dengan cara terbaik yang dapat dilakukan guru dalam membantu kegiatan belajar siswa, sehingga diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar matematika siswa, khususnya pada pokok bahasan Komposisi dua fungsi dan invers fungsi. Oleh karena itu penulis melakukan penelitian di MA NW Keruak dengan judul “Efektivitas Model Pembelajaran Matematika Realistik (RME) Terhadap Motivasi Belajar Matematika Siswa MA NW Keruak Tahun Ajaran 2011/2012”.

B.     Identifikasi Masalah
Bertolak dari latar belakang permasalahan maka muncul beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1.    Motivasi belajar matematika siswa masih rendah.
2.    Dalam pembelajaran matematika guru masih menggunakan pembelajaran konvensional yaitu teacher center.
3.    Guru masaih mendominasi pembelajaran, siswa hanya duduk, mencatat dan mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru.
4.    metode pembelajaran kurang variatif.
5.    Pendekatan yang digunakan kurang menarik perhatian dan kurang merangsang motivasi belajar Matematika siswa.
6.    Guru tidak kreatif untuk membuat suasana belajar menjadi lebih rilex dan menyenangkan.
7.    Kreativitas siswa masih rendah.
8.    Sarana dan prasarana masih kurang.
9.    Penerapan model pembelajaran matematika realistik mampu menarik motivasi belajar matematika siswa pada pokok bahasan Komposisi dua fungsi dan invers fungsi.

C.    Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka perlu bagi penulis untuk membatasi masalah guna menghindari meluasnya cakupan pembahasan karena beberapa pertimbangan, antara lain keterbatasan waktu, tenaga dan biaya. Oleh karena itu penulis akan membatasi masalah pada objek penelitian dan subjek penelitian sebagai berikut :
1.      Pembatasan Objek Penelitian
                  Objek penelitian ini terbatas pada masalah Efektivitas Model Pembelajaran Matematika Realistik (RME) Terhadap Motivasi Belajar Matematika Siswa.
2.      Pembatasan Subjek Penelitian
             Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI MA NW Keruak  Tahun pembelajaran 20011/2012.

D.    Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, identifikasi dan batasan masalah
yang sudah dikemukakan oleh peneliti, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah: “Apakah Model Pembelajaran Matematika Realistik (RME) Efektif Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Matematika Siswa MA NW Keruak Tahun Ajaran 2011/2012”?

E.     Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Apakah Model Pembelajaran Matematika Realistik (RME) Efektif Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Matematika Siswa MA NW Keruak Tahun Ajaran 2011/2012.

F.     Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1.      Manfaat Teoritis
Adapun beberapa manfaat dari penelitian ini secara teoritis yaitu sebagai berikut :
a.    Agar penelitian ini dapat memperkaya khasanah keilmuan, khususnya dalam hal pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Atas.
b.    Agar guru kelas atau guru bidang studi bisa menggunakannya sebagai alternatif yang lain dalam proses belajar mengajar Matematika
c.    Agar kesulitan yang dialami siswa pada pembelajaran Matematika dapat diatasi untuk perbaikan.
2.      Manfaat Praktis
Selain manfaat teoritis dalam penelitian ini terdapat juga manfaat praktis, yaitu sebagai berikut :
a.         Bagi Siswa.
Meningkatkan keterampilan berfikir dan mengembangkan daya nalar siswa serta dapat meningkatkan motivasi belajar matematika siswa.

b.         Bagi Guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan bagi guru mata pelajaran matematika dan memecahkan masalah yang timbul, dalam kegiatan proses pembelajaran.
c.         Bagi Kepala Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai acuan dalam pembinaan kepada guru matematika untuk meningkatkan motivasi belajar matematika siswa.
d.        Bagi Peneliti
Mengembangkan wawasan mengenai penggunaan pendekatan yang tepat dalam proses pembelajaran. Untuk mengukur sejauh mana atau seberapa besar motivasi yang dicapai siswa dengan pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan matematika realitik.
                                                               BAB II     
LANDASAN TEORI

A.    Kajian Pustaka
1)      Belajar
a.       Pengertian Belajar

Belajar (Learning) merupakan kegiatan paling pokok dalam mencapai perkembangan individu dan mempermudah pencapaian tujuan institusional suatu lembaga pendidikan. (Cece Rakhmat, 2006:47). Hal ini berarti berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu sangat bergantung  dalam proses belajar yang dialami siswa  termasuk di lingkungan formal terkecil seperti ruang kelas di sekolah.
Berkaitan dengan pendefinisian belajar, dikalangan ahli psikologi terdapat keragaman baik dalam cara menjelaskan maupun mendefinisikannya. Berikut beberapa pendapat para ahli tersebut. (a). Witherington (1950) mengemukakan belajar sebagai sebuah perubahan kepribadian yang dimanifestasikan kepada suatu pola respon individu yang mungkin berupa keterampilan,  sikap atau peningkatan pemahaman atas sesuatu; (b). Cronbach (1954) mengatakan belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman; (c). Crow dan Crow (1958) merumuskan pengertian belajar sebagai perolehan kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap. Hal tersebut termasuk cara-cara lain untuk melakukan suatu usaha penyesuaian diri terhadap situasi yang baru; (d). Skinner (1968) mengatakan belajar ialah proses adaptasi tingkah laku secara progresif; (e). Hilgard dan Brower (1975) mengemukakan belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap suatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu; perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat dan sebagainya); (f). Gagne (1977) menyatakan bahwa belajar terjadi apabila suatu stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi. (Cece Rakhmat, 2006:48).
Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah “perubahan” yang terjadi di dalam diri seseorang   setelah melakukan suatu aktivitas tertentu. Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan, dan sikap. Belajar dimulai sejak manusia lahir sampai akhir hayat. Kemampuan manusia untuk belajar merupakan karakteristik penting yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Belajar akan memberikan manfaat kepada individu yang bersangkutan dan masyarakat. Setiap individu akan mendapatkan manfaat belajar dari meningkatnya kualitas hidupnya. Sedangkan bagi masyarakat, belajar mempunyai peran penting dalam mentransmisikan budaya dan pengetahuan dari generasi ke generasi.
Dalam belajar yang terpening adalah proses bukan hasil yang diperolehnya. Artinya, belajar harus diperoleh dengan usaha sendiri (Pupuh Fathurrahman dan Sobri Sutikno, 2007:6). Belajar merupakan tindakan siswa dan prilaku yang kompleks. Siswa adalah penentu terjadinya tindakan terjdinya proses balajar. Poses balajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. (Dimyati dan Mudjiono, 2002:7).  
Disamping definisi-definisi tersebut, ada berapa pengertian lain dan cukup banyak, baik dilihat secara mikro maupun secara makro, dilihat dalam arti luas maupun terbatas /khusus. Dalam pengertian luas belajar dapat diartikan sebagai kegiatan psiko-fisik menuju keperkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya. Relevan dengan ini, ada pengertian bahwa belajar adalah “penambahan pengetahuan”. Definisi atau konsep ini  dalam praktiknya banyak dianut oleh sekolah-sekolah. Selanjutnya, ada yang mendefisikan: “belajar adalah berubah”.
David    Ausable    mengemukakan       teori belajar    bermakna     (meaningful     learning).   Belajar   bermakna     adalah    proses mengaitkan      dalam    informasi   baru   dengan   konsep-konsep      yang   relevan   dan terdapat    dalam    struktur   kognitif   seseorang.    Selanjutnya dikatakan bahwa pembelajaran dapat menimbulkan belajar bermakna jika memenuhi prasayasat, yaitu:
1.   Materi   yang   akan    dipelajari  melaksanakan      belajar  bermakna     secara potensial
2. Anak yang belajar bertujuan melaksanakan belajar bermakna.
Sedangkan pengertian belajar menurut Gagne dalam bukunya The Conditions of Learning 1977, belajar merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku, yang keadaaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang serupa itu. ( Cece Rakhmat, 2006:48)
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar berarti usaha mengubah tingkah laku. Jadi, belajar akan membawa suatu perubahan pada individu-induvidu yang belajar. Proses belajar pada prinsipnya bertumpu pada struktur kognitif, yakni penataan fakta, konsep serta prinsip-prinsip, sehingga membentuk satu kesatuan yang memiliki makna bagi subyek didik.

b.      Ciri-ciri Prilaku Belajar
Menurut Cece Rakhmat (2006:48) tingkah laku yang dikategorikan sebagai perilaku belajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1)      Perubahan tingkah laku terjadi secara sadar. Suatu prilaku digolongkan sebagai aktivitas belajar apabila  pelaku menyadari terjadinya perubahan tersebut atau sekurang-kurangnya merasakan adanya suatu perubahan dalam dirinya misalnya mnyadari pengetahuiannya semakin bertambah.
2)      Perubahan bersifat kontinu dan fungsional. Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi nmpada diri seseorang terjadi secara berkesinambungan dan tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyababkan perubahan berikutnya dan selanjutnya akan berguna bagi kehidupan atau bagi proses belajar berikutnya.
3)      Perubahan bersipat positif dan aktif. Perubahan tingkah laku merupakan proses dari hasil belajar apabila perubahan-perubahan itu bersifat positif dan aktif. Dikatakan positif apabila perilaku senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya.
4)      Perubahan bersifat permanen atau tetap. Perubahan yng terjadi karena belajar bersifat menetap atau permnen.
5)      Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah. Perubahan tingkah laku dalam belajar mensyaratkan adanya tujuan yang akan dicapai oleh pelaku belajar dan terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadai.
6)      Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui poses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku.

2)      Realistic Mathematics Education (RME)
a.    Pengertian Realistic Mathematics Education (RME)
Pendidikan matematika realistik atau Realistic Mathematics Education (RME) diketahui sebagai pendekatan yang telah berhasil di Nederlands. Ada suatu hasil yang menjanjikan dari penelitian kuantitatif yang telah ditunjukkan bahwa siswa yang memperoleh pembelajaran dengan RME mempunyai skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan tradisional dalam hal keterampilan berhitung, lebih khusus lagi dalam aplikasi (Becker dan Selter, 1996). Gagasan pendekatan pembelajaran matematika dengan realistik ini tidak hanya populer di negeri Belanda saja, melainkan banyak mempengaruhi kerja pendidik matematika di berbagai belahan dunia.
Realistic Mathematic Education (RME) merupakan model pembelajaran matematika di sekolah yang bertitik tolak dari hal-hal yang real bagi kehidupan siswa. Realistic Mathematic Education menekankan pada keterampilan berdiskusi, berkolaborasi, berargumentasi dan menarik kesimpulan. Jadi model pembelajaran Realistic Mathematic Education adalah model pembelajaran yang dilaksanakan melalui proses belajar mandiri.
Menurut Irzani (2009:27) Realistic Mathematic Education (RME) yang dalam makna Indonesia berarti Pendidikan Matematika Realistik (PMR) dikembangkan berdasarkan pemikiran Hans Freudenthal yang mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Matematika sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa. Upaya ini dilakukan melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan “realistik”. Realistik dalam hal ini dimaksudkan tidak mengacu pada realitas tetapi pada sesuatu yang dapat dibayangkan oleh siswa. Prinsip penemuan kembali dapat diinspirasi oleh prosedur-prosedur pemecahan informal,sedangkan proses penemuan kembali menggunakan konsep matematisasi.
Pembelajaran matematika realistik atau Realistic Mathematics Education (RME) adalah sebuah pendekatan pembelajaran matematika yang dikembangkan Freudenthal di Belanda. Gravemeijer (1994: 82) dimana menjelaskan bahwa yang dapat digolongkan sebagai aktivitas tersebut meliputi aktivitas pemecahan masalah, mencari masalah dan mengorganisasi pokok persoalan. Matematika realistik yang dimaksudkan dalam hal ini adalah matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menemaptkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistik digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal  (Irzani, 2009:27).
Realistic Mathematics Education adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang ‘real‘ bagi siswa, menekankan keterampilan ‘proses of doing mathematics’, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri (‘student inventing‘ sebagai kebalikan dari ‘teacher telling’) dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Pada pendekatan ini peran guru tak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau evaluator sementara siswa berfikir, mengkomunikasikan, melatih nuansa demokrasi dengan menghargai pendapat orang lain. (Wina Sanjaya, 2006:264).
Karakteristik RME menggunakan: konteks “dunia nyata”, model-model, produksi dan kontruksi siswa, interaktif dan keterkaitan. Pembelajaran matematika realistik diawali dengan masalah-masalah yang nyata, sehingga siswa dapat menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung. Dengan pembelajaran matematika realistik siswa dapat mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian siswa juga dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dan dunia nyata.(http://www.masbied.com/search/pengertian-realistic-mathematics-education-rme )
b.    Prinsip-perinsip Dasar RME
Dalam pembelajaran realistik konstektual ada dua prinsip yang
diutarakan yaitu pertama prisip utama dan kedua prinsip pembelajaran.
Dalam prinsip utama dirinci sebagai berikut: a) matematika sebagai aktifitas manusia, b) materi matematika tidak dapat diajarkan tetapi dibelajarkan, c) belajar dimulai dengan soal kehidupan sehari-hari yang meliputi nyata siswa, diketahui siswa dan mendukung konsep matematika. Sedangkan yang kedua prinsip pembelajarannya adalah a) belajar secara maju dan penemuan terbimbing, c) fenomena terbimbing dan d) pemodelan. Pada prinsipnya dalam pembelajaran matematika realistik seorang siswa didorong untuk memahami sesuatu. Sesuatu itu dapat berupa faktaatau relasi matematika yang masih baru bagi siswa misalnya pola, sifat-sifat rumus tertentu. (http://www.masbied.com/search/pengertian-realistic-mathematics-education-rme ).
Berdasarkan matematisasi horisontal dan vertikal pendekatan dalam pendidikan matematika dibedakan menjadi empat jenis diantaranya adalah :
1)        Mekanistik, merupakan pendekatan tradisional dan didasarkan pada apa yang diketahui dari pengalaman sendiri (diawali dari yang sederhana ke yang lebih konpleks). Dalam pendekatan ini manusia dianggap sebagai mesin.
2)        Emperistik, adalah suatu pendekatan dimana konsep matematika tidak diajarkan, dan diharapkan siswa dapat menemukan melalui matematisasi horizontal, dalam artian peserta didik dengan pengetahuan yang dimilikinya mampu mengorganisasikan atau mengaitkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari dengan menjadikan simbol-simbol matematika atau dengan pengalamannya sehari-hari.
3)        Strukturalistik, pendekatan yang menggunakan sistem formal, pendekatan yang mempunyai susunan-susunan serta kerangka untuk memberikan gambaran-gambaran terhadap siswa agar mudah dipahami, misalnya pengajaran penjumlahan cara panjang perlu didahului dengan nilai tempat, sehingga suatu konsep dicapai melalui matematisasi vertikal.
4)        Realistik, pendekatan yang menggunakan masalah realistik atau situasi dunia nyata sebagai pangkal tolak pembelajaran melalui aktivitas matematisasi horisontal dan Vertikal diharapkan siswa dapat menemukan dan mengkonstruksi konsep-konsep matematika. (Irzani, 2009:27).
c.    Karakteristik RME
Karakteristik RME adalah menggunakan konteks “dunia nyata”, model-model, produksi dan konstruksi siswa, interaktif dan keterkaitan (intertwinment) (Irzani, 2009:28) dan dijelaskan sebagai berikut :
1.         Menggunakan konteks “dunia nyata
Melalui abstraksi dan formalisasi siswa akan mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dari dunia nyata (applied mathematization). Oleh karena itu, untuk menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari perlu diperhatikan matematisi pengalaman sehari-hari (mathematization of everyday experience) dan penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari (Irzani, 2009:29).
2.                                    Menggunakan Model-model (Matematisasi)
Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang dikembangkan oleh siswa sendiri (self developed models). Peran self developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi abstrak atau dari matematika informal ke matematika formal. Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah. Pertama adalah model situasi yang dekat dengan dunia nyata siswa. Generalisasi dan formalisasi model-model tersebut akan berubah menjadi model-of masalah tersebut. Melalui penalaran matematik model-of akan bergeser menjadi model-for masalah sejenis. Pada akhirnya, akan menjadi model matematika formal.

3.                                    Menggunakan Produksi dan Konstrusi
Streefland (1991) menekankan bahwa Dengan pembuatan “produksi bebas” siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar. Strategi-strategi informal siswa yang berupa prosedur pemecahan masalah kontekstual merupakan sumber inspirasi dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika formal.
4.                                    Menggunakan Interktif
Interaksi antar siswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam RME. Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa.
5.                                    Menggunakan keterkaitan (Intertwinment)
Dalam RME pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial. Jika dalam pembelajaran kita mengabaikan keterkaitan dalam bidang yang lain, maka akan berpengaruh pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan matematika, biasanya diperlukan penetahuan yang lebih kompleks, dan tidak hanya aritmatika,aljabar atau geometri tetapi juga bidang yang lain. 
Menurut Irwan Hadi (Irzani, 2009:27), pengajaran matematika dengan pendekatan realistik meliputi aspek-aspek berikut :
1.        Pendahuluan
l    Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang ‘riil’ bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pelajaran secara bermakna.
l    Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut.
2.        Pengembangan
l    Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap masalah atau persoalan yang diajukan.
l    Pengajaran berlangsung secara interaktif: siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikan, memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain.
3.        Penutup/Penerapan
Melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pelajaran.

d.   Kelebihan dan kekurangan pembelajaran RME
Tidak ada suatu metode yang baik untuk mencapai setiap tujuan dalam setiap situasi, setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Dengan demikian guru perlu mengetahui kapan metode tepat digunakan dan kapan digunakan kombinasi dari metode-metode yang ada, guru hendaknya memilih metode yang tepat untuk dipergunakan dalam proses belajar mengajar guna memperoleh tujuan yang pasti.
Adapun kelebihan dan kekurangan metode RME (Irzani, 2009:32).adalah :
1)                                           Kelebihan pembelajaran RME.
a.    Memperkuat daya ingat siswa karena siswa sendiri yang membangun pengetahuannya.
b.   Mampu meningkatkan keaktifan siswa dan meningkatkan keberanian karena harus menjelaskan sendiri jawabannya.
c.    Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan realitas kehidupan, sehingga siswa tidak cepat bosan untuk belajar matematika.
d.   Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka karena setiap jawabannya mempunyai nilai.
e.    Memupuk kerja sama dalam kelompok.
f.    Melatih siswa terbiasa berfikir dan mengemukakan pendapatnya.

2)                                           Kekurangan pembelajaran RME.
a.    Metode/pembelajaran ini memakan waktu yang cukup banyak.
b.   Dapat menghambat cara berpikir siswa karena kebiasaannya menerima imformasi terlebih dahulu dari guru sehingga siswa masih kesulitan menemukan sendiri jawabannya.

c.    Menimbulkan kejanggalan pada siswa yang pandai karena kadang-kadang tidak sabar menanti temannya yang belum selesai.
d.   Membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu.
e.    Belum ada pedoman penilaian, sehingga guru merasa kesulitan dalam evaluasi/memberi nilai.
Mengetahui kelemahan pembelajaran RME ini tidak berarti mempersalahkan pembelajaran matematika dimasa lampau. Tetapi paparan tersebut dapat menjadi titik tolak untuk mengambil tindakan positif sebagai upaya memberikan antisipasi berupa tindakan kongkrit bertahap yang harus ditempuh selama pelaksanaan pembelajaran dikelas.
3)      Motivasi
Motivasi adalah gerak yakni gerakan yang dilakukan oleh manusia atau disebut juga perbuatan atau tingkah laku.( Cece Rahmat, 2006:214).
Motivasi adalah sebuah alasan atau dorongan seseorang untuk bertindak. Orang yang tidak mau bertindak sering kali disebut tidak memiliki motivasi. Alasan atau dorongan itu bisa datang dari luar maupun dari dalam diri. Sebenarnya pada dasarnya semua motivasi itu datang dari dalam diri, faktor luar hanyalah pemicu munculnya motivasi tersebut. Motivasi dari luar adalah motivasi yang pemicunya datang dari luar diri kita. Sementara meotivasi dari dalam ialah motivasinya muncul dari inisiatif diri kita.
Pada dasarnya motivasi itu hanya dua, yaitu untuk meraih kenikmatan atau menghindari dari rasa sakit atau kesulitan. Uang bisa menjadi motivasi kenikmatan maupun motivasi menghindari rasa sakit. Jika kita memikirkan uang supaya kita tidak hidup sengsara, maka disini alasan seseorang mencari uang untuk menghindari rasa sakit. Sebaliknya ada orang yang mengejar uang karena ingin menikmati hidup, maka uang sebagai alasan seseorang untuk meraih kenikmatan. (http://www.squidoo.com/definisi-motivasi)
Motivasi atau motif atau kebutuhan atau desakan atau keinginan atau dorongan adalah kata yang sering digunakan untuk menyebut kata motivasi. Adapun sebetulnya asal kata motivasi adalah movere dari bahasa Latin yang sama dengan to move dalam bahasa Inggris yang berarti menggerakkan atau mendorong. Berdasarkan asal kata tersebut ada yang mendefinisikan motivasi sebagai  keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan.  Motivasi merupakan semua kekuatan yang ada dalam diri seseorang yang memberi daya, memberi arah dan memelihara tingkah laku.
Menurut Mc.Donald (Sadirman, 2005:73-74), motivasi adalah perubahan energi alam diri seeorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didhului dengan tanggpan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan Mc.Donald ini mengandung tiga elemen penting yitu sebagai berikut :
1.      bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada setiap individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa perubahan energindi dalam sistem “neurohysiological” yang ada pada organisme manusia. Karena menyangkut perubahan energi manusia (walaupun motivasi itu muncul dari dalam diri manusia), penampakannya akan menyangkut kegiatan fisik manusia.
2.      motivasi ditandai dengan munculnya, rasa/”feeleng”, afeksi seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia.
3.      Motivasi akan diransang karena adanya tujuan. Jadi, motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respons dari suatu aksi, yakni tujuan. Motivasi memang muncul dari dalam diri manusia, tetapi kemunculannya karena teransang/terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan ini akan menyangkut soal kebutuhan.
Dengan ketiga elemen di atas, maka dapat dikatakan bahwa motivasi itu sebagai sesuatu yang kompleks. Motivasi akan menyebabkan terjadinya perubahan energi yang ada pada diri manusia, sehingga akan bergayut dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan juga emosi, untuk kemudian bertindak dan melakukan sesuatu.
Ada tiga komponen utama dalam motivasi yaitu (i) kebutuhan, (ii) dorongan, dan (iii) tujuan. Kebutuhan terjadi bila individu meras ada ketidakseimbangan antara apa yang ai miliki dan yang ia harapkan. Dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi harapan. Dorongan merupakan kekuatan mental yang beroientasi pada pemenuhan harapan atau pencapaian tujuan. Dorongan yang berorientasi pada tujuan tersebut merupakan inti motivasi.  Tujuan adalah hal yng ingin dicapai oleh seorang individu. Tujuan tersebut mengarahkan perilaku dalam hal ini perilaku belajar. (Dimyati dan Mudjiono,2002:81).
Maslow seperti yang dikutip oleh Siagan mengemukakan bahwa motivasi adalah dorongan di dalam batin seseorang untuk mencapai tujuan yang timbul dari kebutuhan yang tersusun secara hirarkis, yang mendorong manusia untuk berusaha, yaitu : (1) kebutuhan fsikologis yaitu, kebutuhan untuk mempertahankan hidup atau kebutuhan pokok manusia seperti sandang, pangan, dan papan, (2) kebutuhan rasa aman, (3) kebutuhan sosial yang menjadi kebutuhan kan perasan diterima atau diakui, (4) kebutuhan akan harga diri, (5) kebutuhan aktualisasi diri.
4)      Pembelajaran Matematika
Matematika berasal dari bahasa latin Manthanein atau Mathema yang berarti belajar atau hal yang dipeserta didik. Matematika dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Menurut Gravemeijer (http://zainurie.wordpress.com//2007/04/13-pembelajaran-matematika-realistik-rme/). Matematika sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa.  Ciri utama Matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam Matematika bersifat konsisten.
Pembelajaran Matematika adalah suatu proses atau kerja guru mata peserta didikan Matematika dalam mengajarkan Matematika kepada para peserta didiknya. Pembelajaran Matematika menurut pandangan konstruktivis adalah memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengonstruksi konsep-konsep/prinsip-prinsip Matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi.
Menurut Davis (dalam http://zainurie. wordpress. com /2007 /04/13 /Pembelajaran–Matematika–relistik–rme/) pandangan konstruktivis dalam pembelajaran Matematika berorientasi pada empat hal yaitu : (1) pengetahuan dibangun dalam pikiran melalui proses asimilasi atau akomodasi, (2) dalam pengerjaan Matematika, setiap langkah peserta didik dihadapkan kepada apa, (3) informasi baru harus dikaitkan dengan pengalamannya tentang dunia melalui suatu kerangka logis yang mentransformasikan, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan pengalamannya, dan (4) pusat pembelajaran adalah bagaimana peserta didik berpikir, bukan apa yang mereka katakan atau tulis.

B.     Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan yang mendukung penelitian ini diantaranya adalah:
1.      Hasil penelitian yang dilaksakan oleh Kadir (2005) menyimpulkan bahwa bahwa melalui penerapan pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR), hasil belajar matematika siswa kelas V SD Negeri 3 Poasia Kota Kendari dapat ditingkatkan. Dan hasil penelitiannya juga tergambar adanya peningkatan motivasi belajar siswa setelah siswa diajar dengan menggunakan pendekatan RME.
2.      Hasi penelitian yang dilakukan oleh Ari Munarsih (2008) menyimpulkan bahwa pembelajaran matematika yang menerapkan pendekatan realistic mathematic education (RME) dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar matematika siswa sebagai upaya dalam meningkatkan pemahaman konsep relasi dan fungsi. Dalam hasil penelitiannya terdapat peningkatan motivasi belajar dan hasil belajar matematika siswa setelah menggunakan pendekatan RME.
3.      Penelitian   yang dilakukan oleh Handoko tahun 2007, yang menyatakan bahwa proses     pembelajaran   matematika   melalui   Pendekatan   Realistik   sebagai   upaya pemahaman   konsep   bangun-bangun   ruang  pada   dasarnya   dapat meningkatkan motivasi dan prestasi siswa dalam belajar matematika.

C.    Kerangka Berpikir
Dalam proses belajar mengajar tujuan pembelajaran merupakan salah satu komponen yang penting. Tujuan yang ingin dicapai dalam proses tersebut meliputi aspek-aspek kognitif, afektif, psikomotor. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam suatu proses belajar mengajar yang efektif dan efesien, maka seorang guru biasanya akan memilih metode dan media dan pendekatan pembelajaran yang secara nalar diperkirakan tepat untuk menyampaikan suatu topik yang sedang dibahas.
Mengingat matematika merupakan suatu mata pelajaran yang lebih
banyak berhubungan dengan pengamatan maupun pengalaman langsung maka
sangat dibutuhkan adanya metode atau pendekatan yang sesuai dengan
karakteristik matematika tersebut. Untuk itu pendekatan matematika realistik pantas direkomendasikan dalam pengajaran matematika. Hal ini disebabkan karena pendekatan matematika realistik merupakan pendekatan pembelajaran yang mengarahkan siswanya untuk secara langsung mengalami pengalamannya sendiri. Pendekatan matematika realistik melibatkan siswa atau menggunakan alam sekitar dan benda-benda nyata sehingga mereka dapat berdiskusi dan berkolaborasi, beragumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri dan akhirnya menggunakan matematika untuk menyelesaikan masalah  baik secara individu maupun kelompok.
Selama ini matematika masih dianggap sebagai salah satu mata pelajaran
yang sukar sehingga motivasi siswa untuk belajar matematika
masih rendah. Dengan menggunakan pendekatan matematika realistik yang
mengaitkan pelajaran matematika dengan lingkungan sekitar siswa dan dengan
menggunakan benda-benda yang nyata adalah salah satu solusi untuk
meningkatkan motivasi belajar matematika siswa kelas XI MA NW Keruak. Untuk itu, dengan menggunakan pendekatan matematika realisrik diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar matematika siswa dalam mata pelajaran sehingga motivasi belajar matematika siswa dapat meningkat.

D.    Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas maka dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut: “Penerapan model pembelajaran matematika realistik (RME) efektif  terhadap motivasi belajar matematika siswa di MA NW Keruak tahun pelajaran 2011/2012”.


                                                           BAB III
METODE PENELITIAN

A.      Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan Februari 2012 di MA NW Keruak.
B.       Desain Penelitian
  1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksprimen, yaitu suatu metode yang digunakan apabila gejala yang diteliti sengaja diadakan atau penelitian yang melihat dan meneliti adanya akibat setelah subyek dikenai perlakuan pada variabel bebasnya (Subana, 2001: 39). Data yang diperoleh kemudian diolah, ditafsirkan dan disimpulkan.
Penelitian ini termasuk dalam penelitian Quasi eksperimental adalah merupakan penelitian eksperimen yang memiliki perlakuan (treatment), pengukuran-pengukuran dampak (outcome measures), dan unit-unit eksperimen (expermental unit) namun tidak menggunakan pengambilan data secara acak (random assigment) dalam penentuan kelompok untuk menyimpulkan adanya perubahan akibat perlakuan.

  1. Rancanngan penelitian
Karena penelitian ini untuk mengetahui efektivitas suatu perlakuan secara sengaja maka objek penelitian dibedakan menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Dalam penelitian ini desain yang digunakan adalah post-test group desaign dari model solomon (Suharsimi Arikunto 2006: 85).
Tabel 0.1
Kelompok
Perlakuan
Post-test
KE
  Menggunakan RME
K-2
KK
Metode ekspositori
K-2

Keterangan :
KE          : Kelompok eksperimen
KK         : Kelompok kontrol
K-2             : Post-test
  1. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi (Suharsimi Arikunto, 2006: 130). Pendapat lain dikemukaakan oleh (Sugiyono, 2010.61)” Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/suyjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Sedangkan sampel bagian dari jumlah dan karakristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.
Untuk menentukan jumlah sampel yang harus diambil dari suatu populasi peneliti menggunakan kriteria, apabila subyeknya kurang dari 100 maka semua subyek diambil, populasi  sehingga penelitian tersebut merupakan penelitian populasi. Tapi jika jumlah subyeknya besar atau lebih dari 100, maka dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih (Suharsimi Arikunto, 2006:134).
Penelitian ini mengambil seluruh populasi menjadi sampel penelitian sehingga semua populasi menjadi subyek dalam penelitian ini. Populasi penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI MA NW Keruak.

D.      Definisi Operasional
a.              Realistik Mathematics Education (RME)
Pendekatan Realistik Mathematics Education Indonesia (RME) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dari suatu masalah kontekstual yang pada akhirnya memunculkan konsep matematika yang dipelajari dan diinginkan dengan menggunakan prinsip guidfreinvention dimana peserta didik secara efektif dan efisien dari suatu level berpikir kelevel berikutnya melalui matematisasi.
b.             Motivasi Belajar Matematika
Motivasi belajar matematika adalah dorongan dari dalam diri siswa Kelas XI MA NW Keruak secara aktif melakukan kegiatan belajar matematika. Tingkat motivasi ini ditujukan oleh skor pengisian angket motivasi yang diperoleh oleh subjek penelitian motivasi belajar.
E.       Tekhnik Pengumpulan Data
1.    Instrument penelitian
Instrument penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur  fenomena alam  maupun sosial yang diamati (sugiono, 2010:102) Intrumen penelitian adalah alat pada waktu penelitian menggunakan suatu metode (Suharsimi Arikunto, 2006: 149). Intrument yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu:
1)   Instrument pelaksanaan pembelajaran yang terdiri dari: Silabus dan RPP
2)   Instrument pengumpulan data
Instrument pengumpulan data yang digunakan adalah:
a.    Angket (Questionnaire)
Untuk mengetahui motivasi belajar matematika siswa dengan menggunakan model pembelajaran matematika realistik (RME) digunakan angket, dimana Angket atau kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Suharsimi Arikanto, 2008: 151 ).
(Sugiyono, 2010: 142) menyatakan bahwa pengumpulan data dengan angket atau kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan angket atau kuisioner dalam bentuk tertutup, , Skala pengukuran yang digunakan adalah model skala Likert dengan empat alternatif jawaban. Penyekoran keempat alternatif jawaban tersebut berkisar antara 1 sampai dengan 4 disesuaikan dengan pernyataan yang disajikan.
Angket ini diberikan kepada responden yang berisi 20 pertanyaan, setiap pertanyaan memiliki 4 alternatif jawaban.

2.    Uji Coba Instrumen
a.      Validitas
Scarvia B. Anderson mengemukakan ” A test is valid if measure what it purpuse to measure ”. Yang artinya sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur (Suharsimi Arikunto, 2001:65).
Berdasarkan pengertian diatas, maka validitas berarti ketepatan suatu instrumen untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas suatu instrumen dapat dilihat dari beberapa segi yaiyu validitas isi, validitas konstrak, validitas ” ada sekarang ” dan validitas predective. Akan tetapi suatu instrumen tidak harus memenuhi semua validitas tersebut. Instrumen dikatakan valid paling tidak harus memenuhi validitas isi dan susunan. Validitas ini dilakukan dengan membandingkan materi instrumen dengan analisa rasional terhadap aspek-aspek yang harus digunakan dalam penyusunan butir-butir.
Dengan rumus korelasi product moment dengan angka kasar:
rxy  =
Keterangan:
RXY = Koefisien X terhadap Y
n  = Banyak subyek
Menurut Arikunto (2001:75), kriteria suatu validitas suatu soal dapat dijelaskan pada tabel berikut ini.
Tabel 3.2
Kriteria Validitas Instrumen
Interval validitas
Kategori
Antaa 0,80 – 1,00
Sangat valid
Antara 0,60 – 0,80
Valid
Antara 0,40 – 0,60
Cukup
Antara 0,20 – 0,40
Rendah
Antara 0,00 – 0,20
Sangat rendah

Selain itu suatu soal dikatakan valid apabila nilai rxy lebih besar dari r table (rxy > r.tab ). Jika jumlah peserta tes adalah 25 orang maka r.tab adalah 0,396.
Berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan, diketahui instrumen memiliki tingkat validitas yang berbeda yaitu ada yang memiliki tingkat validitas baik dan cukup. Untuk tingkat validitas baik adalah item nomer 1,3,9,15,dan 16.Untuk tingkat validitas cukup adalah item nomer 2,4,5,8,10,11,12,13,14,18 dan 20.

b.      Realibitas
Sehububungan dengan realibilitas ini, Scarvia B. Anderson dan kawan-kawan menyatakan bahwa persyaratan bagi tes, yaitu validitas dan realibilitas. Dalam hal ini validitas lebih penting dan realibilitas ini perlu, karena menyokong terbentuknya validitas. Sebuah tes mungkin reliabel tetapi tidak valid. Sebaiknya sebuah tes yang valid biasanya realibel (Suharsimi Arikunto, 2001: 87).
Uji reliabilitas dilakukan setelah diperoleh hasil akhir dari seleksi untuk kedua variabel. Pengujian realibilitas instrumen dilakukan dengan Rumus Alpa.
Rumus Alpa yang dimaksud adalah sebagai berikut:

r11 =
(Suharsimi Arikunto, 2001: 109)
Keterangan:
r11                   = realibilitas instrumen
n                = banyaknya soal
        = jumlah varians butir soal
                       = varians total
Tabel 02 Kriteria reliabilitas
0,00 < r11 < 0,19
:
Sangat rendah
0,20 < r11 < 0,38
:
Rendah
0,39 < r11 < 0,58
:
Cukup
0,59 < r11 < 0,78
:
Tinggi
0,79 < r11 < 1,00
:
Sangat tinggi
                (Suharsimi Arikunto, 1998: 193)
Bedasarkan hasil uji coba yang dilakukan, dengan menggunakan rumus Alpa, sehingga diperoleh r-hit = 0,741 dan nilai r-tab dengan N = 25 sebesar 0.396, karena r-hit > r-tab maka instrumen dikatakan reliable.


  1. Tekhnik Analisis Data
Agar memperoleh gambaran yang jelas mengenai data pada masing-masing variabel dan menguji hipotesis penelitian, terlebih dahulu dilakukan analisis data sebagai berikut:
1.             Teknik Deskripsi Data
Data yang diperoleh dideskripsikan menggunakan rumus statistik. Statistik deskiptif ini meliputi penentuan skor maksimal ideal (Smi), rata-rata ideal (Mi), dan simpangan baku atau standar deviasi (Sdi). Angka-angka M dan SD diperoleh dengan cara : ” Mean (M)=1/2 x (skor maksimal ideal + skor minimal ideal), standar deviasi (SD)= 1/6 x (skor maksimal – skor minimal ideal) ” .
Berdasarkan harga Mi dan SDi maka dibuat tabel konversi untuk pengkategorian masing-masing variabel sebagai berikut :
Mi + 1SDi sampai Mi + 3SDi = Tinggi
Mi - 1SDi sampai < Mi + 1SDi = Sedang
Mi - 3SDi sampai < Mi - 1SDi = Rendah
(Suharsimi Arikunto, 2001:40).

2.             Teknik Uji Persyaratan Analisis
Teknik analisa data yang digunakan untuk menjadi hipotesis yang telah diajukan adalah teknik analisa statistik uji-t. Penggunaan statistik uji-t memerlukan uji persyaratan analisis sebelumnya. Untuk penggunaan statistik uji-t persyaratan analisis yang harus dipenuhi dalam penelitian ini adalah meliputi uji normalitas data dan homogenitas data.
a.    Uji Normalitas Data
Uji normalitas adalah suatu uji atau cara untuk mengetahui apakah data yang kita peroleh sudah normal atau belum dan juga untuk mengetahui apakah variabel yang diteliti itu terdapat pengaruh yang signifikan atau tidak, maka rumus yang digunakan adalah Chi-kuadrat (X2).
     Keterangan :
     fo = frekuensi yang terjadi
     fh = frekuensi harapan
Kriteria pengujian normalitas data Mi adalah :
-        data berdistribusi normal jika  hitung <  tabel
-       data tidak berdistribusi normal jika  hit >  tabel
 (Suharsimi Arikunto, 2001: 259).
Jika hit < tabel maka data dikatakan berdistribusi normal pada taraf sidnifikan 5% atau tarap uji 95% dan dk = k – 2
b.   Uji Homoginitas Data
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik maka analisa homogenitas data penting dilakukan pengkajian homogenitas ini memakai rumus yaitu uji Barleth :
=(ln 10) { - ∑ (ni-1) log s }
Keterangan :
= Satuan Barleth
S  = Standar deviasi total
 ni = Ukuran sampel
Dimana  = (log s ) ∑ (ni-1)
(Nana Sudjana, 1987 : 263)
Dengan demikian jika  <  maka data tersebut homogen dengan interval 95% (0,05) dan sebaliknya maka data tidak homogen.      
c.    Teknik Uji Hipotesis
Menurut Sugiyono (2010: 86), hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara atau kesimpulan yang diambil untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian. Hal serupa dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (1998: 67), bahwa “hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan  penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul”.
Dengan demikian untuk menguji hipotesis yang dikemukakan pada bab sebelumnya digunakan uji z (z-test) dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
  t      = Koefisien Z
  = Rata-rata kelompok eksperimen
  = Rata-rata kelompok kontrol
S   = Varian kelompok eksperimen
S   = Varian kelompok kontrol
n1        ­= Jumlah sampel kelompok eksperimen
       n2 = Jumlah sampel Kelompok control. (Yatim Riyanto, 2001:107).
Kriteria pengujian adalah sebagai berikut : jika t-hitung lebih besar dari t-tabel dengan taraf signifikan 1% maka Ho ditolak dan Ha diterima. Sebaliknya jika t-hitung lebih kecil dari t-tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak.